Jakarta, Kompas - Target menurunkan angka kematian ibu hingga 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 kemungkinan besar tak tercapai. Penyebabnya layanan kesehatan bagi ibu melahirkan dan anak tak berkesinambungan.
"Ibu meninggal umumnya karena melahirkan terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu rapat jarak antar-kelahirannya," kata Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi Yuwono, di Jakarta, Kamis (27/12).
Penyebab terbanyak kematian ibu secara langsung adalah perdarahan dan hipertensi. Penyebab tak langsung adalah kurang kompetensi tenaga penolong persalinan dan keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan.
Angka kematian ibu melahirkan pada 2007 masih 228 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk menekan kematian ibu dan bayi, butuh layanan kesehatan berkesinambungan sejak sebelum ibu hamil, mengandung, melahirkan, hingga anak berusia dua tahun.
Analisis data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, layanan berkesinambungan belum ada. Pemeriksaan ibu selama hamil seharusnya dilakukan empat kali. Namun, hanya 61,3 persen ibu yang memeriksakan kehamilan hingga empat kali. Padahal, yang memeriksakan kehamilan pertama kali 92,8 persen.
Persalinan ibu yang dibantu tenaga kesehatan 82,3 persen. Ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan hanya 55,4 persen. "Persalinan di luar fasilitas kesehatan meningkatkan risiko infeksi," ujar Slamet.
Slamet mengakui, rendahnya persalinan di fasilitas kesehatan dipicu keterbatasan akses, baik akibat kondisi geografi, ekonomi, maupun budaya-psikologis. Keterbatasan geografis terjadi karena jauh dan sulitnya fasilitas kesehatan, keterbatasan ekonomi karena keluarga ibu melahirkan tak punya ongkos ke fasilitas kesehatan. Kendala budaya dan psikologis umumnya muncul akibat keterlambatan merujuk ibu melahirkan ke fasilitas kesehatan.
"Tak boleh ada alasan ibu tak mau melahirkan di fasilitas kesehatan atau ditolong oleh tenaga kesehatan hanya karena tak memiliki biaya," kata Slamet yang didampingi Direktur Bina Kesehatan Ibu Kemenkes Gita Maya Koemara Sakti.
Pemerintah menyediakan biaya Jaminan Persalinan (Jampersal) Rp 680.000 per ibu. Biaya itu untuk empat kali pemeriksaan kehamilan dan empat kali pemeriksaan sesudah melahirkan masing-masing Rp 20.000, biaya persalinan Rp 500.000, sisanya untuk administrasi.
Kenyataannya, banyak bidan yang hanya menerima Rp 150.000-Rp 200.000 karena dipotong pemerintah daerah. Kemenkes tak bisa memberi sanksi bagi pemda yang memotong anggaran Jampersal. Kemenkes akan meminta Kementerian Dalam Negeri mengatasi hal ini.
Selain itu, masih ada persalinan yang tidak ditolong tenaga kesehatan, khususnya bidan, dipicu oleh sebaran bidan yang belum merata. Dari lebih 77.000 desa dan kelurahan di Indonesia, 11 persen tidak memiliki bidan. Kekurangan bidan banyak terjadi di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, serta pedalaman Sulawesi dan Kalimantan. "Pemerintah akan menambah bidan PTT (pegawai tidak tetap)," katanya. (MZW)