KOMPAS.com - Pihak keluarga almarhumah Ayu Tria (9), pasien anak yang meninggal di RSIA Harapan Kita Jakarta, dapat menggugat pihak rumah sakit dan beberapa pihak terkait lainnya apabila memang terbukti ada kelalaian. RS Harapan Kita dapat dituntut apabila terbukti melanggar Undang-undang no.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menanggapi kasus meninggalnya Ayu di ruang perawatan ICU RS Harapan Kita Kamis dini hari (27/12/2012). Ayu, yang juga penderita leukimia, meninggal setelah sempat dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) karena diare berat. Pihak keluarga mengaku merasa terganggu karena ruangan perawatan Ayu bercampur dengan aktivitas shooting sinetron.
"Perlu diteliti apakah ada kemungkinan kelalaian yang telah menyebabkan hilangnya nyawa. Pihak keluarga dapat menuntut rumah sakit karena melanggar UU no 8 tahun 1099 tentang perlindungan konsumen. Di situ disebut kok ada hak konsumen mendapatkan jaminan keamnan dan keselamatan," ungkap Marius yang dihubungi via telepon, Kamis (27/12/2012).
Marius menegaskan, sebagai perawatan pasien kritis, ruang ICU haruslah dalam kondisi steril dari ancaman infeksi. Apalagi, Ayu yang menderita leukimia sejak usia dua tahun mungkin saja membutuhkan perlakuan medis khusus tidak seperti pasienlain pada umumnya. Kalau memang benar klaim dari pihak keluarga Ayu bahwa ruang ICU di RS Harapan Kita bercampur dengan tempat shooting, kata Marius, tentu hal ini merupakan suatu pelanggaran.
"Artinya, pihak rumah sakit tidak dapat memberikan jaminan keselamatan kepada pasien. Konsumen berhak untuk melakukan tuntutan. Sementara bagi yang melanggar bisa dkenai sanksi 5 tahun penjara bila ada unsur pidana, dan denda hingga Rp 2 miliar untuk perdata," ungkap Marius.
Pihak keluarga, lanjut Marius, juga dapat menunut kepada berbagai pihak tidak hanya sebatas pimpinan rumah sakit. Pihak yang dapat digugat di antaranya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes. "Kalau perlu Menkes juga digugat karena RS Harapan Kita adalah milik pemerintah di bawah Kementerian Kesehatan," tegasnya.
Marius juag berharap, kasus ini akan menjadi pelajaran penting bagi rumah sakit lainnya di Indonesia. Sesuai dengan standar operasionalnya, RS adalah tempat pelayanan pengobatan bukan tempat melakukan kegiatan di luar medis. "RS bukanlah rumah sinetron. Ini adalah pelajaran buruk yang perlu menjadi cermin bagi rumah sakit lain. Kalau ini didiamkan bukan tidak mungkin akan terjadi lagi kasus yang sama di kemudian hari," ujarnya.