KOMPAS.com - Diskriminasi jender mungkin suatu istilah yang kerap Anda dengar, tetapi sadarkah Anda bahwa praktik diskriminasi jender masih kerap terjadi di dunia kerja saat ini? Tidak diberi jabatan yang layak meskipun Anda mampu, atau digaji lebih rendah daripada karyawan pria dengan posisi yang sama, adalah contoh yang paling jelas. Namun, tipe diskriminasi ini juga bisa terjadi dalam situasi yang lebih tersamar. Anda perlu waspada dengan praktik terselubung ini. Hal itu bukan saja tidak bisa diterima, tetapi juga bisa menjadi kecenderungan akan terjadinya tindakan yang lebih terang-terangan.
Seperti apa situasi yang diskriminatif secara jender di tempat kerja? Simak contoh-contohnya.
1. Pertanyaan standar tentang anak. Pertanyaan yang dilontarkan oleh pewawancara saat interview kerja bisa menunjukkan diskriminasi jender ini. Misalnya, "Apakah Anda mempunyai anak, atau berencana mempunyai anak? Apakah Anda harus berada di rumah pada waktu-waktu tertentu?" Pertanyaan semacam ini selalu ditanyakan, seolah sudah menjadi pertanyaan standar yang wajib ditanyakan. Banyak pewawancara memberikan pertanyaan tersebut dengan pertimbangan bahwa si pelamar tidak akan mampu bekerja total bila harus membagi waktunya dengan keluarga dan anak-anak. Dan, bukan hanya pria yang bisa melontarkan pertanyaan diskriminatif tersebut; wanita pun bisa menanyakannya. Bisa jadi, mereka tidak menyadari bahwa pertanyaan tersebut bersifat diskriminatif.
2. Komplain ketika Anda berusaha menegakkan kebijakan. Ketika memberikan penilaian karyawan, menegur bawahan, atau memberikan saran-saran kepada rekan kerja, Anda dianggap "pilih kasih" atau "terlalu agresif" terhadap karyawan. Anda pasti sering melihat karyawan merasa tidak terima ketika dikritik oleh rekan kerja atau atasan perempuan, namun tidak menunjukkan perlawanan ketika yang melakukannya adalah atasan pria. Kalau pria yang memberikan teguran akan dinilai bijaksana; jika wanita yang melontarkannya akan dianggap bawel atau nyinyir.
3. Diserahi tugas-tugas yang identik dengan pekerjaan perempuan. Ketika sedang ada meeting, yang ditunjuk sebagai pembuat notulensi pasti karyawan perempuan. Seolah pekerjaan tersebut hanya layak dilakukan oleh kaum perempuan, padahal ia memiliki jabatan yang sama dengan karyawan pria lainnya. Ada beberapa gagasan usang lainnya yang menyatakan bahwa perempuan lebih baik dalam tugas-tugas administratif ketimbang yang berkaitan dengan negosiasi atau pengambilan keputusan, dan hal ini jelas menunjukkan suatu diskriminasi.
4. Diberi tugas-tugas saat "last minute". Perusahaan (melalui atasan Anda) kerap memberikan tugas-tugas pada saat-saat terakhir, atau tenggat waktu yang tidak mungkin Anda penuhi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya membuktikan bahwa Anda tidak akan mampu menyelesaikan tugas karena harus mengasuh anak. Atau sebaliknya, mengurangi tanggung jawab Anda dengan pertimbangan bahwa sebagai ibu bekerja Anda pasti tidak mampu melakukannya.
5. Cara berbicara. Ketika Anda berusaha memaparkan pandangan atau pendapat Anda, namun rekan kerja atau atasan Anda cenderung memotong pembicaraan Anda. Jika Anda perhatikan, hal tersebut tidak mereka lakukan terhadap karyawan pria. Tak salah lagi, itulah praktik diskriminasi jender. Perlu diingat bahwa pria maupun wanita memiliki gaya bicara yang berbeda. Perempuan cenderung bersikap kolaboratif saat berbicara, dengan berbagi pengalaman atau melontarkan pertanyaan-pertanyaan. Sementara pria cenderung memberikan informasi ketimbang bertanya.
Sumber: Divine Caroline
Editor :
Dini