Jakarta, Kompas - Surutnya banjir di sejumlah wilayah menyisakan masalah baru. Lumpur di sejumlah tempat selain mengandung mikroorganisme yang berpotensi menyebarkan berbagai penyakit juga bersifat korosif.
"Percampuran antara air hujan, tanah, sampah biologis dan kimiawi, serta berbagai senyawa lain membuat lumpur sisa banjir bersifat asam," kata pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Budi Haryanto, di Jakarta, Senin (21/1).
Sifat asam pada lumpur dan air banjir membuat kulit ari (mukosa) manusia mudah menjadi lunak. Akibatnya, apabila terbentur atau tergores, kulit mudah terluka dibandingkan pada kondisi normal. Kulit yang terluka membuat virus, bakteri, atau parasit lain dalam lumpur mudah masuk tubuh, termasuk bakteri leptospira yang menyebabkan leptospirosis.
"Dalam lingkungan yang bersifat asam, bakteri dalam lumpur bisa bertahan sedikit lebih lama dibandingkan dalam kondisi normal," katanya.
Karena itu, masyarakat yang membersihkan rumah dan lingkungan sekitarnya dari lumpur sisa banjir perlu mengenakan pelindung, seperti sepatu bot dan sarung tangan karet tebal.
Budi yang juga Ketua Pengembangan Ilmu-ilmu Kesehatan Lingkungan, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, mengatakan, untuk menghindari menempelnya berbagai mikroba pembawa penyakit pada lantai, penggunaan desinfektan atau cairan pembersih lantai sangat dianjurkan. Namun, harus dijaga agar lantai segera dikeringkan.
"Selama lantai basah dan lembab, kuman sulit mati," ujarnya.
Sifat korosif pada lumpur dan air hujan membuat mudah menguraikan zat-zat yang bersifat adhesif, seperti aspal atau semen yang mengikat pasir dan kerikil. Kondisi ini membuat jalan aspal ataupun benda-benda berlapis semen mudah rusak saat terkena air hujan dan banjir.
Secara terpisah, Asisten Deputi Urusan Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup, R Sudirman mengatakan, masyarakat di daerah bekas banjir dapat mengumpulkan lumpur sisa banjir di suatu tempat tertentu untuk selanjutnya diangkut dengan truk pembersih sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Pembuangan lumpur sisa banjir ke selokan atau sungai justru bisa menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat.
"Dinas kebersihan daerah perlu menyediakan truk-truk pengangkut lumpur di daerah bekas banjir agar lumpur tidak dibuang ke sembarang tempat," katanya.
Dinas kebersihan dapat memanfaatkan lumpur itu untuk menutup timbunan sampah yang ada di TPA. Selama ini, pengelola TPA harus membeli tanah urukan untuk memadatkan sampah. Selain menghemat anggaran pembelian tanah urukan, langkah ini juga mempercepat pembersihan lingkungan daerah bekas banjir serta menjaga kesehatan masyarakat korban banjir.(MZW)