KOMPAS.com - Pernikahan berujung pada perceraian utamanya karena perselingkuhan. Namun, perselingkuhan bukan satu-satunya ancaman dalam pernikahan. Ada beberapa akar masalah yang perlu pasangan menikah waspadai dan sikapi dengan tepat, untuk memelihara hubungan dalam pernikahan agar tetap sehat.
Micki McWade, psikoterapis, mengatakan ada isu lain dalam pernikahan yang dampaknya justru lebih besar. Kalau Anda dan pasangan menemukan tanda-tanda hadirnya masalah ini dalam hubungan, segera perbaiki atau jika perlu mulailah berkonsultasi dengan pakar.
* Berhenti menjadi mitra bagi pasangan.
Hubungan dalam pernikahan semestinya merupakan kemitraan, bukan satu orang mendominasi yang lainnya. Kalau Anda atau suami telah berganti peran menjadi orangtua, lantaran merasa pasangan tidak dewasa, tidak bertanggung jawab, egois, tidak bisa dipercaya, hubungan pernikahan menjadi tak sehat. Jika salah satu pasangan menikah menjadi orangtua bukan mitra, hubungan perlahan akan rusak, intimasi bahkan ketertarikan seksual pun akan memudar.
Hilangnya hubungan emosional pada pasangan menikah merupakan penanda awalnya. Kekerasan di dalam rumah tangga menjadi versi ekstremnya dari ketidakmampuan pasangan menjadi mitra dalam menjalani pernikahan.
* Terus menerus saling menyalahkan, mengeluh, tidak mampu menemukan solusi.
Apa pun masalah yang terjadi dalam pernikahan, jika tak diselesaikan dengan baik dan menimbulkan ketidakpuasan pada kedua belah pihak, yang kemudian muncul adalah kebencian bahkan dendam. Perasaan negatif ini menjadi racun dalam pernikahan. Komunikasi pun terhambat karena pasangan menikah, salah satunya merasa paling benar, dan yang lainnya bersikap defensif.
McWade menyarankan, kemampuan pasangan untuk mengatasi masalah dengan berdiskusi dan berkompromi penting dikedepankan. Jika hal tak juga bisa dilakukan, hubungan menikah pun akan gagal.
* Narisitis.
Setiap orang memiliki level naristis. Menjadi masalah ketika sikap narsistis ini mendominasi pasangan menikah. Artinya suami dan istri sama-sama narsistis dan tak ada satu pun yang mampu berempati. Misalnya, saat Anda mengatakan sedang sakit, alih-alih membantu Anda, pasangan justru mengaku ia juga mengalami sakit yang jauh lebih parah.
Kondisi semacam ini menimbulkan masalah dalam pernikahan karena pada akhirnya pasangan menikah tidak saling memahami kebutuhan masing-masing. Bahkan bukan tak mungkin, pasangan menikah menghindar dari tanggung jawabnya memberikan kontribusi dalam keluarga.
Contoh sederhananya, jika suami mencari nafkah dan istri menjadi ibu rumah tangga, lalu keduanya merasa tugas pasangannya masih lebih mudah dibandingkan dirinya, akhirnya kedua belah pihak merasa tak didukung dan tak dipahami. Lagi-lagi, masalah dalam pernikahan ini akan membunuh intimasi dan perlahan menghancurkan hubungan.
* Masalah kecanduan.
Kecanduan alkohol, obat, hingga perilaku kompulsif menimbulkan banyak masalah dalam hubungan. Masalah kecanduan ini juga menimbulkan amarah dan rasa malu dalam diri pasangan.
Pasalnya pecandu akan lebih fokus pada obat atau alkohol misalnya, ketimbang pernikahan dan keluarganya. Belum lagi perasaan yang muncul karenanya seperti kecemasan atau masalah emosional lainnya.
Masalah kecanduan ini menjadi ancaman terbesar dalam pernikahan. Tanpa usaha keras dari kedua belah pihak, sulit bagi pasangan menikah menyelamatkan hubungan. Namun tak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan hubungan. Pada tahap ini, pasangan sebaiknya melakukan konseling pernikahan. Namun kesadaran untuk berkonsultasi ini harus datang dari kedua belah pihak, bukan hanya kesadaran sepihak.
Sumber: Huffington Post
Editor :
wawa