KOMPAS.com - Baru mendarat di Jakarta setelah 1,5 bulan menjalani pekerjaan modeling di Italia, jam biologis Laura Muljadi (28) masih berantakan. Akibat jetlag, jerawat bertumbuhan di wajah. Jam tidurnya pun kacau balau.
Sore itu ia gesit menyiapkan suguhan minuman dan kue ketika ditemui di tempat tinggalnya di sebuah apartemen di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Setelah menyalakan lilin terapi yang menebarkan aroma kesegaran teh, ia berujar, "Sori, aku enggak bisa masak ya." Setengah berlari ia mengambil tas rias dari kamar, duduk selonjoran di lantai ruang tamu, dan kemudian minta waktu untuk merias wajah.
Waktunya seharian itu telah dihabiskan untuk mengikuti rapat di sebuah yayasan sosial yang fokus pada pendidikan anak jalanan. Laura sering tidak enak hati karena terlalu lama harus meninggalkan anak didiknya ketika ada pekerjaan di luar Jakarta.
Dari tempat rapat, Laura buru-buru menyewa ojek untuk kembali ke apartemen. Ia memiliki langganan ojek yang siap sedia mengantarnya menembus kemacetan Jakarta. "Ini baru sampai, jadi enggak sempat dandan. Maaf ya," kata Laura.
Kepiawaian merias ala model lantas dipertontonkannya. Tangannya gemulai membersihkan wajah, meratakan bedak, mempercantik mata, dan memoles lipstik ke bibir. Abrakadabra, wajah polos itu semakin memesona.
"Aku mirip kakek. Gelap kulitnya dan tinggi. Aku campuran Serang dan Pontianak. Papa dan mamaku Tionghoa, tetapi banyak yang bilang aku lebih kayak orang India," ujar Laura memulai perbincangan.
Pekerjaan 12 detik
Laura berkenalan dengan dunia model ketika mendapat beasiswa kuliah di Belanda. Ia lantas menjajal panggung modeling di Belanda, Rusia, Selandia Baru, Perancis, Italia, Jepang, dan negara lain di Asia.
Setelah lulus dan pulang ke Tanah Air, Laura telanjur jatuh cinta pada modeling. Ia bahkan rela menolak tawaran bekerja di bank serta melepas beasiswa S-2 yang sudah ada di tangan demi menekuni dunia model.
"Modeling enggak bisa nanti. Kesempatannya hanya sekarang. Aku enggak mau bangun di usia 40-an dan menyesali sesuatu yang tidak aku lakukan dulu," kata Laura.
Pengorbanannya tak sia-sia. Laura kini dikenal sebagai salah satu model berbakat yang banyak dicari desainer kondang. Ia mampu memberi kesan elegan pada baju yang dikenakannya. Karakter Laura identik dengan karya yang elegan dan etnik. Rasa yang timbul ketika berjalan di runway yang membuat Laura ketagihan.
Laura merasa pekerjaan model serupa dengan artis film, hanya saja tanpa dialog. "Pas jalan pasti deg-degan. Ini pekerjaan 12 detik. Enggak bisa salah. Kamu cuma punya kesempatan satu kali," ujar Laura.
Selama 12 detik, seorang model menjadi jembatan penyampai pesan dari desainer. Setiap baju dan setiap panggung memiliki karakter masing-masing yang harus diselami. "Kami bertugas memberikan jiwa kepada koleksi. Harus menjadi orang lain dan menyembunyikan emosi," ujarnya.
Di catwalk, Laura harus tetap tersenyum ketika rambutnya tercerabut hiasan kepala yang berat. Kakinya pernah tak sengaja terjahit menjelang tampil. Laura harus menaklukkan ketakutannya pada panggung tinggi dan sepatu hak tinggi.
Modeling, bagi Laura, memang bukan sekadar batu loncatan atau hobi. Pekerjaan sebagai model harus dilakoni dengan serius agar hasilnya maksimal. Keseriusan itu bisa dilihat dari cara Laura menjalani profesinya.
Dari nol, Laura mulai membangun jaringan dengan ikut beragam casting. Ia memulainya dengan hal kecil seperti menghafal nama lengkap dari ratusan desainer Indonesia. "Di modeling, kepercayaan bukan nomor satu, melainkan bagaimana cara kita meyakinkan orang," kata Laura.
Ia yang awalnya sama sekali tidak memiliki relasi di jagat mode Tanah Air lantas menjadi satu dari deretan supermodel Indonesia. Seiring berjalannya waktu, ia pun meraih kepercayaan para desainer kondang.
Kepercayaan itu antara lain terlihat ketika Laura meraih The Best Model (Designer's Choice) di Jakarta Fashion Week 2009 dan Face Icon Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2010.
Anak jalanan
Dunia modeling di Indonesia, menurut Laura, sangat menjanjikan. Peragaan busana tidak hanya digelar untuk mempertontonkan koleksi, tetapi sudah menjadi bagian dari bisnis hiburan. Kesempatan besar itulah yang membawa banyak model asing berdatangan ke Indonesia.
Di puncak kariernya, Laura memutuskan membatasi tawaran tampil sebagai model mulai tahun ini. "Saya sangat mencintai pekerjaan ini. Setiap tahun saya selalu mengatakan setahun lagi saja, enggak bisa langsung ninggalin. Terlalu shock kalau tiba-tiba," kata Laura.
Sambil pelan-pelan mengurangi jadwal modeling, Laura mulai memberi porsi lebih banyak untuk kegiatan mengajar bahasa Inggris dan Matematika bagi anak jalanan. "Sudah telanjur sayang ke anak jalanan. Aku sangat konsen dengan isu perempuan dan anak," tambahnya.
Saat ini Laura hanya mengajar di akhir pekan. Ia dipanggil kakak oleh anak jalanan yang menjadi muridnya di kolong Jembatan Grogol, Jakarta Barat. Dari anak-anak ini Laura memetik makna positif tentang hidup.
Laura, misalnya, terkejut ketika membagikan ongkos transportasi bagi muridnya. Sebagian anak tak mau menerima ongkos dari Yayasan Sahabat Anak sebesar Rp 3.000 itu ketika ada temannya yang lebih membutuhkan. "Rezeki itu ada jalannya. Ndak usah maruk," kata Kak Laura.
Hitam itu seksi
Menjadi model mengubah seluruh hidup Laura. Ia tak lagi minder memiliki kulit gelap dan tubuh jangkung. Hitam itu ternyata seksi.
"Pekerjaan ini bikin pede. Ada alasan kenapa Tuhan membuatku seperti ini," kata Laura.
Sejak kecil, Laura sering diolok-olok karena tubuhnya yang kelewat jangkung. Orangtua Laura sampai memintanya tidak berolahraga, terutama renang. "Orangtuaku bilang, susah nanti cari suaminya karena dari kecil tinggi dan hitam," tambah Laura.
Ia menyadari dirinya unik ketika bertemu dengan Emilie Bouwman di Belanda dan ditawari bergabung dengan Favourite Model Agency. Kala itu, Laura dengan berat 82 kilogram dan tinggi 181 sentimeter bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran.
"Karena stres dan kangen rumah, aku makan cokelat melulu. Aku enggak bisa enggak makan. Bisa emosi tinggi. Begitu belajar modeling, aku diet dan beratku turun jadi 49 kilogram," ujar gadis yang akrab dipanggil Baby Lau ini.
Orangtua Laura yang takjub melihat perubahan putrinya lantas mengizinkannya menjalani profesi model. "Saya model di siang hari, pemakan cokelat kala malam, dan secara sadar pencari kehidupan yang lebih baik," katanya.
Sadar tak bisa selamanya menggantungkan diri pada profesi model, Laura juga sedang bersiap menepati janji pada orangtuanya untuk sekolah lagi. Ia sudah ancang-ancang mengambil kuliah S-2 di bidang perpajakan.
Biodata
Nama: Maria Agnes Laurencia Alexandra Muljadi
Lahir: 21 Januari 1985
Pengalaman Modeling: Belanda, Rusia (Moskwa, Tver, St Petersburg), Selandia Baru (Auckland dan Wellington), Filipina, Singapura, Malaysia, Hongkong, Jepang, China, Perancis (Paris), dan Italia (Roma dan Milan)
Penghargaan:
* Puteri Kepulauan Jawa 2006
* The Best Model (Designer's Choice) di Jakarta Fashion Week 2009
* Talented New Model (Female) 2010 - Amica Awards
* Face Icon for Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2010
(Mawar Kusuma)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini