KOMPAS.com - Di sebuah taman yang indah di Paris, seorang ibu berpenampilan menarik dengan gaya modis, terlihat asyik menikmati waktu bersama anaknya berusia lima. Sang ibu duduk membaca buku, sementara si kecil sibuk bermain. Beberapa saat kemudian, sang anak mendatangi ibunya dan berkata, "Ibu", sebelum melanjutkan perkataannya, anak lima tahun ini menunggu ibunya memalingkan wajah dari buku kepada dirinya. Lalu ia melanjutkan, "Mau jajan". Dengan tenang sang ibu berkata, "Kamu hanya dapat satu kali jatah jajan hari ini, dan itu masih satu jam lagi." Sang anak memahami, dan ia melanjutkan bermain.
Peristiwa ini bukan fantasi dan bisa dialami semua ibu dan anak di mana saja. Pamela Druckerman, penulis best seller dan pengelola workshop pengasuhan anak di Amerika Serikat mengatakan sikap mental orangtua yang tenang dan anak yang bebas tantrum seperti ini kerap ia temui saat pindah ke Paris. Menurutnya, para orangtua di Perancis melatih sikap mental anak seperti ini sejak belia.
Anda pun bisa melatih si kecil sejak belia untuk memiliki sikap mental seperti ini dengan tiga cara.
1. Beri anak kesempatan latihan menunggu.
Menumbuhkan sikap sabar pada anak membutuhkan latihan terus menerus. Berikan kesempatan pada anak Anda untuk berlatih sabar dan menunggu. Para peneliti menemukan bahwa anak yang sabar menunggu adalah mereka yang memiliki kemampuan mengalihkan perhatian. Misalnya, dengan bernyanyi atau melakukan aktivitas seru di depan cermin saat mereka harus menunggu sesuatu misalnya.
Orangtua di Perancis telah mempraktikkan ini. Mereka tidak mengajarkan anaknya untuk menemukan cara mengalihkan perhatian. Anak terlatih dengan sendirinya untuk mengalihkan perhatian, dengan sikap sederhana dari orangtuanya, yakni orangtua sering mengatakan "Tunggu ya", saat anak mulai meminta sesuatu. Anak akan meresapi kata-kata "Tunggu" dan mencari cara atau aktivitas lain selama menunggu hingga akhirnya orangtuanya meresponsnya atau memenuhi permintaannya.
2. Beri kepercayaan anak bisa mengontrol sikapnya.
Kuncinya adalah berikan kepercayaan kepada anak. Yakinlah bahwa anak bisa bertanggung jawab. Hal ini juga perlu latihan. Bisa dimulai dengan cara-cara sederhana. Misalnya, saat anak mengambil buku di lemari dan menaruhnya sembarangan, minta anak untuk mengembalikan buku ke lemari. Minta anak melakukan apa yang Anda mau dengan sabar dan jangan lupa kontak mata.
Berikan contoh sesering mungkin pada anak. Misal, saat anak memetik buah anggur satu persatu dan menjatuhkannya ke lantai, tunjukkan kepada anak untuk mengembalikan anggur itu ke dalam mangkuk di atas meja. Tunjukkan caranya dan biarkan anak melanjutkannya merapikan buah anggur tersebut.
Ajarkan anak mengenai batasan, namun tunjukkan pula cinta Anda saat melatih mental anak. Anak butuh cinta juga butuh ketegasan. Kalau anak hanya mendapatkan cinta tanpa belajar adanya batasan dari perilakunya, anak akan menjadi tiran cilik.
3. Merespons anak dengan penuh kesabaran.
Orangtua juga harus bersabar untuk mengajari anak kesabaran. Misal, saat Anda sedang di dapur memasak telur untuk sarapan, si kecil meminta kertas toilet. Jelaskan secara perlahan, bahwa Anda akan mengambil kertas toilet dalam beberapa menit lagi.
Saat Anda sedang sibuk melakukan aktivitas, dan anak meminta sesuatu, tunjukkan kepada anak apa yang sedang Anda lakukan dan minta ia melakukan hal yang sama. Cara ini akan membuat anak memahami dan belajar bahwa ia harus menunggu, sekaligus juga melatih anak untuk tidak merengek saat meminta sesuatu.
Dengan merespons perilaku anak lebih tenang, Anda sedang mengajarkan anak bahwa ia bukan satu-satunya pusat perhatian. Dengan begitu anak memahami bahwa ada hal lain di luar dirinya yang juga harus diperhatikan. Anak pun terlatih untuk tidak memaksakan keinginannya, belajar menunggu saat meminta sesuatu kepada orangtuanya yang sedang melakukan hal lain.
Sumber: Huffington Post
Editor :
wawa