KOMPAS.com - "Pole dance" atau tari tiang sebagai olahraga semakin digemari perempuan muda Ibu Kota. Mereka melirik tari tiang yang dipercaya akan membentuk tubuh menjadi seksi. Bergelayutan pada tiang, mereka menari akrobatik melawan gravitasi bumi.
Lagu berirama rancak berjudul "I'm A Good Girl" yang dibawakan Christina Aguilera memacu semangat sembilan perempuan muda di sebuah studio tari di Kemang, Jumat (25/1/2013), Jakarta Selatan. Seperti Christina dalam video klipnya, mereka berjalan memutari tiang dengan langkah gemulai sebelum bergelayutan dan menari.
Where I've been all my life? The dress is Chanel, the shoes YSL? The bag is Dior, Agent Provocateur!... They all say my feet never do touch the ground!? What? I am a good girl!... begitu kata lagu.
Di depan para penari itu, instruktur tari, Junko, memberikan contoh gerakan tari tiang dalam bahasa Inggris bercampur bahasa Indonesia. Mereka berlatih menari di tiang dengan kaki tak lagi menyentuh tanah.
"Ayo, grab as high as you can. Raih tinggi-tinggi tiangnya. Faster is sexier!" kata Junko menyemangati murid-muridnya yang sebagian di antaranya ekspatriat.
Penyanyi Andien yang berlatih siang itu mengikuti contoh gerakan baru tari tiang yang diajarkan Junko. Berulang kali ia berusaha meraih tiang setinggi-tingginya lalu menggunakan salah satu kaki sebagai tumpuan sebelum tubuhnya dilentingkan ke udara.
Beberapa kali Andien harus mengambil sapu tangan lalu mengelap tiang yang basah oleh keringat. "Olahraga pole dance ini mengandung seni. Menantang dan susah banget, tetapi harus berpura-pura tampak mudah. Pole dance bisa membangkitkan rasa seksi dalam diriku," kata Andien.
Mereka berlatih tari tiang untuk tujuan olahraga. Tari tiang, menurut Junko, memang lebih banyak membentuk dan melatih otot tubuh bagian atas. Semakin memperdalam tari tiang, tubuh akan menjadi semakin terasa ringan. "Tubuh jadi lebih enteng. Jalan jadi lebih tegap. Percaya diri dan pasti lebih seksi," lanjutnya.
Bukan striptis
Ketertarikan warga Jakarta pada tari tiang sebenarnya merupakan tren baru. Mereka mulai melirik sisi akrobatik dan seni pada tari tiang setelah Yohanna Harso memperkenalkan tari tiang pada ajang pencarian bakat di sebuah stasiun televisi swasta. Setelah penampilan Yohanna itu, tak kurang dari 75 orang tertarik berlatih tari tiang. Mereka mau belajar karena menyukai tari tiang yang ternyata bisa ditampilkan dengan sopan.
Setiap kali tampil seperti saat ditemui pada Jumat (25/1/2013), Yohanna selalu menyajikan gerakan indah tari tiang. Kedua kakinya bisa berlama-lama menari gemulai tanpa menyentuh lantai. Sesekali ia menyelipkan gerakan tari balet sambil terus berputar di tiang.
Ia memukau penonton ketika berakrobatik melawan gravitasi dengan menari pada posisi kepala di bawah sambil berputar di tiang. "Aku memperkenalkan jenis pole dance yang akrobatik, art, dan sport. Bukan striptis," ujar Yohanna.
Gerakan paling sulit, Yohanna melanjutkan, adalah gerakan yang dijuluki rainbow. Gerakan ini mengutamakan fleksibilitas punggung dan lengan.
Yohanna jatuh cinta pada pole dance ketika ia kuliah di Singapura. Ia kemudian meraih predikat Miss Pole Dance Singapore 2011 dan masuk dalam jajaran top 25 penari pole dance terbaik dunia dalam ajang International Pole Competition di Hongkong tahun 2012. Ia kini telah menjadi guru tari tiang di Singapura. Tingkat kesulitan dan keindahan gerakan menjadi penilaian utama dalam kompetisi tari tiang dunia.
"Enggak semua orang bisa pole dance. Pas aku sudah bisa jadi membuat percaya diri bertambah sehingga pengin lagi dan lagi," lanjut Yohanna.
Kebanyakan penggemar tari tiang di Singapura hampir mirip dengan di Jakarta, yaitu perempuan karier yang sudah mapan dengan usia di atas 25 tahun. Biasanya mereka tampil menari tiang di beberapa kegiatan amal, seperti penggalangan dana untuk anak korban perang, AIDS, dan leukemia.
Di Singapura, siswa bisa belajar dengan tiang statis atau menggunakan tiang spinning. Penari harus sudah turun dari tiang sebelum tiang spinning selesai berputar. Maksimal penari menggunakan tiga tiang dalam sekali penampilan.
Tiang dibuat beragam ukuran dengan bermacam-macam bahan baku, mulai dari krom, silver, titanium, hingga kuningan. "Aku pakai diameter 38 milimeter karena dipegangnya mantap," kata Yohanna.
Hingga kini, belum ada kurikulum resmi tari tiang yang secara seragam diakui di dunia. Akibatnya, setiap studio tari bisa memberi nama berbeda untuk gerakan yang sebenarnya sama. Gerakan menggantung dengan kaki kiri, misalnya, bisa disebut left leg hang dan bisa pula disebut gerakan skorpio.
Meski telah ditarikan oleh penari pria di India sejak 2000 tahun lalu, tari tiang memang baru dikompetisikan di ajang dunia mulai tahun 2000. "Aku menikmati keindahannya saja," kata Yohanna. (WKM)
Baca juga:
Bugar dengan "Pole Dancing"
Tarian Striptis Masuk Gym
Perut Langsing dengan "Hula Hop"
Bellydancing, Merayakan Tubuh Perempuan
5 Olahraga Pembangkit Gairah Seks
Bellydance yang Tak Hanya Pamer Perut
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini