KOMPAS.com - Banyak investor tiba-tiba menjadi kaya raya karena untung besar dari investasinya. Namun tidak lama kemudian mereka jatuh miskin, juga karena aktivitas investasi. Dengan kata lain, kesejahteraan yang diperoleh hanya sesaat. Tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, sebagai investor, selayaknya Anda berpikir dan merencanakan investasi dalam rangka mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.
Kenapa demikian? Sebab, kesejahteraan hakikatnya seperti mendaki anak tangga. Semakin lama, mesti mencapai anak tangga yang lebih tinggi. Namun jika tidak hati-hati, bisa tergelincir dan jatuh lagi.
Kesejahteraan sebenarnya adalah ketika seseorang bisa memenuhi kebutuhan—secara relatif—baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier, berdasarkan nilai-nilai yang ada pada seseorang. Tuan X, misalnya, merasa sudah cukup kaya dan sejahtera ketika bisa menikmati makan 3 kali sehari, bisa berbelanja sandang, bisa memiliki rumah kecil, dan bisa menyekolahkan anak. Tuan X merasa hartanya sudah mencukupi dan hidup bahagia.
Namun lain dengan Mr Y. Ia sudah memiliki rumah besar, mobil bagus, deposito di berbagai bank, dan pernak-pernik kekayaan lain. Namun, Mr Y merasa semua itu belum cukup. Polan melihat teman-temannya jauh lebih kaya ketimbang dirinya.
Dari situasi tersebut jelas bahwa besarnya harta tidak berbanding lurus dengan makna kesejahteraan secara relatif. Dengan kata lain, sejahtera sebenarnya dimulai dari konsep berpikir atau persepsi terhadap kesejahteraan itu sendiri. Jadi tidak mengherankan jika Mr X merasa sejahtera, sementara Mr Y masih merasa "sengsara". Makanya disebut sebagai nilai relatif. Lalu, bagaimana agar tidak terjebak dalam suasana seperti itu? Ada beberapa hal yang sebaiknya dicerna ulang, seperti berikut ini.
Konsep sejahtera
Pertama, memahami konsep kesejahteraan. Point penting dalam memahami kesejahteraan adalah memutuskan arti kesejahteraan berdasarkan nilai pada diri kita masing-masing. Bukan karena tetangga kita memiliki rumah lebih bagus atau mobil lebih banyak dari kita, maka kita anggap tetangga kita lebih sejahtera. Bukan itu maknanya, melainkan model kesejahteraan seperti apa yang kita inginkan. Jadi tidak perlu melihat orang lain. Itu yang utama.
Berikutnya, adalah, memastikan untuk apa semua uang dan harta yang sudah dan akan Anda miliki nantinya. Jadi ada tujuan dari harta tersebut. Bukan sekadar dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Ini sekaligus menjelaskan bahwa kekayaan dalam makna kesejahteraan adalah ketika Anda bisa menikmati dan mensyukuri kekayaan tersebut. Bukan kekayaan yang berlimpah karena korupsi, misalnya. Atau dalam bentuk lain, harta dan kekayaan membuat kita menjadi berperilaku buruk, menjadi serakah atau menjadi kikir.
Jadi, definisikan dulu arti kesejahteraan secara seluas-luasnya. Termasuk, hubungan antara jumlah harta dan uang yang dimiliki atau diinginkan dengan kebahagiaan. Baru setelah itu bicara mengenai bagaimana mencapainya.
Kedua, mendapatkan kesejahteraan. Nah, dalam point inilah, aspek sejahtera berkelanjutan mesti ditanamkan di dalam diri kita. Kesejahteraan, khususnya kesejahteraan finansial, mesti diperoleh dari pemasukan yang bertumbuh. Income bisa didapat dari penghasilan bekerja atau melalui kegiatan investasi.
Nah, untuk menjadi sejahtera sebagaimana ukuran yang telah diputuskan oleh setiap individu, termasuk Anda, maka terlebih dahulu harus mengetahui seberapa jauh jarak Anda saat ini dengan tingkat kesejahteraan yang hendak diraih. Sebagai misal, dari sisi aset.
Saat ini Anda menyewa rumah dan Anda beranggapan untuk sejahtera, setidaknya Anda mesti memiliki rumah sendiri. Atau tidak menyewa selamanya. Maka pertanyaan berikutnya adalah, rumah seperti apa yang ingin Anda miliki. Lalu berapa lama dari sekarang rumah tersebut dapat Anda miliki.
Kemudian, dari mana sumber pembiayaannya. Artinya, ada rencana yang jelas, terukur, baik dari sisi waktu, maupun sumber dananya. Intinya, boleh-boleh saja Anda mendambakan apa saja, tetapi tidak boleh menafikan rasionalitas.
Sebagai misal, Anda berharap memiliki rumah saat ini. Untuk itu Anda memutuskan menggunakan KPR. Namun, mesti diukur kemampuan Anda melunasi KPR tersebut. Jangan sampai kemudian malah Anda terjebak pada kesejahteraan artifisial; memiliki aset bersumber dari utang dan kemudian aset tersebut hilang kembali karena Anda gagal melunasi utang.
Jelasnya, kesejahteraan yang diinginkan, termasuk memiliki rumah sendiri, tidak mesti dicapai dalam kurun waktu yang singkat. Bisa dimulai dengan memiliki rumah yang kecil dulu. Lalu, ketika penghasilan sudah lebih baik, maka diupayakan untuk memiliki rumah yang lebih besar, dengan terlebih dahulu menjual rumah yang sudah Anda miliki.
Jangan serakah
Kesimpulannya, sejahtera berkelanjutan pada dasarnya adalah bagaimana menumbuhkembangkan kekayaan dan aset Anda secara bertahap. Caranya bisa macam-macam, baik itu melalui investasi atau meminjam di bank. Namun, intinya, kesejahteraan tidak bisa diraih dalam jangka waktu yang pendek. Kesejahteraan merupakan suatu perjalanan yang dilalui bertahun-tahun dan berdasarkan perencanaan matang.
Kesejahteraan tidak bisa dicapai dengan unsur serakah. Jika Anda sudah mulai menjadi serakah, itu berarti Anda sudah tidak hati-hati dalam mendaki anak tangga kesejahteraan dan dengan sangat mudah Anda bisa tergelincir. Jadi, hindari serakah jika ingin menjadi sejahtera.
(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini