Dar (36), warga Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terus menebar senyum saat bercerita sambil memamerkan 4.000 meter persegi tanaman cabai miliknya yang tumbuh subur di belakang rumahnya. Senyum hangatnya menunjukkan optimisme masa datang, yang seolah menghapus kenangan 12 tahun silam saat ia masih menderita gangguan jiwa.
Yahumi (40), anggota keluarga Dar, mengatakan, perilaku Dar sudah berubah. "Dia bisa diajak mengobrol dan bertukar pikiran di acara-acara keluarga," ujarnya, baru-baru ini.
Setiap pagi, Dar pergi bertani, merawat tanaman, dan mencuci baju. Bahkan, dia rajin shalat. Padahal, 12 tahun lalu saat mengalami gangguan jiwa, Dar dikurung di salah satu rumah milik keluarganya. Alasannya, selain sering mengganggu keluarganya, dia juga mencuri hasil panen dan memukul anggota keluarga.
Dar dikunci di salah satu rumah sehingga dia tak bisa pergi ke mana-mana. Karena takut, keluarga pun tak berani lama-lama menengoknya kecuali memberikan makanan.
Perubahan kehidupan Dar terjadi tiga tahun lalu. Awal Desember 2010, Desa Banyuroto didatangi 185 mahasiswa sarjana strata satu dan diploma tiga Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus). Mereka melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dusun Banyuroto. Dosen pembimbing KKN, Fathkulmubin, saat itu memaparkan tentang program pemerintah Desa Siaga Sehat Jiwa dan pentingnya kesehatan jiwa.
Saat itu, Unimus melakukan pendataan kondisi kesehatan jiwa warga, yang didukung 30 orang yang bersedia jadi kader di kegiatan tersebut. Setelah menjalani pelatihan, mereka bergerak mendata kesehatan jiwa mulai dari RT 001 hingga RT 013. Dalam kegiatan itu, mahasiswa dan kader menemukan Dar sebagai pasien yang prioritas ditangani selain juga mereka yang sering mabuk-mabukan. "Akhirnya, Dar jadi prioritas program yang dijalankan kader bersama mahasiswa," ujar Kepala Dusun Banyuroto Sriyanti.
Dar yang pernah dirujuk di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Soerojo Magelang dan menjalani rawat inap selama tiga bulan akhirnya dipulangkan. Hingga kini, warga terus membantu, memantau, dan sebulan sekali mengantarnya kontrol ke RSJ. Para kader juga mendampingi keluarga dan memberikan pengarahan agar tak mengucilkan Dar. Sebab, obat terbaik adalah menerima dan menghargai mereka.
Desa Siaga Sehat Jiwa
Pada Januari 2011, Desa Banyuroto ditetapkan sebagai Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). Pendataan kondisi kesehatan pun terus dijalankan para kader sekalipun tak didampingi mahasiswa KKN. Selain kesehatan jiwa, mereka juga mendata berbagai penyakit di masyarakat. Hasil pendataan ini kemudian dibahas dalam pertemuan rutin kader setiap bulan. Dari data itu, mereka memilah mana warga yang butuh penanganan dan upaya yang harus dilakukan.
Untuk menopang biaya pengobatan warga yang sakit, setiap keluarga di Dusun Banyuroto menyisihkan uang sebagai iuran rutin Rp 1.000 per keluarga per bulan. "Kendati dana yang tersedia dari iuran per bulan tak banyak, kami harap iuran itu dapat meringankan beban keluarga pasien lainnya," ujar Ketua DSSJ Jiati (42).
Setelah resmi menjadi DSSJ, mereka terus berupaya mengembangkan program dan kegiatan yang akan dijalankan di desa tersebut. (EGI)