KOMPAS.com - Peristiwa investasi tipu-tipu kembali menyeruak. Kali ini modusnya melalui pembelian emas. Pemilik uang ditawari untuk membeli emas dengan harga sedikit lebih mahal ketimbang harga pasar. Namun, investor akan diberi imbalan bunga 5-10 persen per bulan, tergantung besarnya investasi. Imbalan akan semakin tinggi jika emas yang dibeli dititipkan kepada pengelola investasi. Menggiurkan bukan?
Namun belakangan, pembayaran mulai tidak lancar, dan tiba-tiba pengelola investasi sudah raib bersama sisa dana investor yang masih dipegangnya. Investasi tersebut kemudian menjadi bermasalah alias bodong. Selanjutnya baru mengemuka ke publik setelah investor merasa marah sebab investasinya tidak kembali lagi.
Bagaimana menghindari investasi-investasi bodong seperti itu?
Kunci pertama, jangan mudah tergiur dengan iming-iming besar dalam berinvestasi. Bukan saja tingkat return itu mesti dibandingkan dengan imbal hasil risiko yang tinggi tetapi sudah populer seperti saham, misalnya. Tetapi juga mesti dipahami bahwa dalam investasi, harapan untuk mendapatkan hasil tinggi berarti juga siap menerima risiko tinggi. Tidak pernah ada sejarahnya return tinggi dengan risiko rendah.
Selanjutnya, tingkat kemampuan menerima risiko tersebut juga mesti disesuaikan dengan karakter investor. Kalau investor adalah penghindar risiko, maka ketika memilih menempatkan uang dalam satu investasi yang berisiko tinggi, ia bisa disebut sebagai melawan "khitah" dan sudah keliru sejak awal.
Yang jauh lebih penting, berinvestasi sangat terlarang jika dilakukan dengan niat serakah, dalam arti ingin untung besar dalam waktu singkat. Jika investasi sudah dimulai dengan perilaku serakah, disadari atau tidak, besar kemungkinan investasi akan gagal.
Kedua, investasi merupakan kegiatan di sektor keuangan yang mesti taat kaidah. Yang paling dasar bahwa penyelenggara investasi tersebut mengantongi izin melaksanakan kegiatan investasi sesuai aturan. Jika investasi dilakukan di pasar modal atau terkait dengan kegiatan pasar modal, penyelenggaranya mesti memiliki izin yang dikeluarkan oleh otoritas pasar modal. Demikian juga jika kegiatan berbau "komoditas", kegiatan investasi harus ada izin dari otoritas bursa berjangka.
Selain hal di atas, tentu masih banyak faktor lain. Namun, yang terpenting adalah hilangkan unsur serakah dan kemudian berinvestasi di perusahaan yang memiliki izin sebagai pengelola investasi alias legal. Jika kedua hal tersebut tidak bisa dipenuhi, ujung-ujungnya pasti adalah kegagalan.
(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini