KOMPAS.com - Menutup rangkaian pekan mode di New York, London, dan Milan, Paris kembali jadi sorotan dengan pergelaran koleksi busana siap pakai untuk musim gugur/dingin. Pekan mode Paris yang berlangsung sembilan hari itu berakhir Rabu (6/3/2013).
Di antara jajaran perancang yang tampil di Paris adalah Vivienne Westwood yang bakal genap berusia 72 tahun, April mendatang. Perancang asal Inggris ini dikenal dengan gaya provokatif. Di belakang panggung, Minggu (3/3/2013), ia menjelaskan pada media, koleksi musim gugur/dingin yang ia gelar saat itu terinspirasi reproduksi sebuah manuskrip bergambar buatan abad pertengahan.
Dari situ, Westwood membuat motif pada kain dan menambahkan jubah dalam koleksinya. Seperti biasa, ia pun gemar mencampurkan era. Kesan modern, futuristik, dihadirkannya dengan potongan pinggang ramping dan bahu lancip. Ditambah pula topi yang mengingatkan orang pada gaya Ottoman, Turki.
Di atas panggung, para model membawakan koleksi Westwood dengan riasan wajah dramatis. Tetapi, bila riasan wajah itu dihapus dan tiap potong pakaiannya diamati, yang ditawarkan Westwood adalah busana yang bisa dipakai sehari-hari.
Tanpa mengorbankan gayanya yang flamboyan, Westwood mendesain busana berstruktur apik demi kenyamanan pemakainya. Rok, blus, blazer atau bolero yang ia padukan juga bisa dikenakan terpisah sesuai gaya pribadi pemakainya.
Demi rasa nyaman
Koran The New York Times dalam ulasan tentang pekan mode Paris pekan lalu menggambarkan istilah "bahagia", "emosi mendasar" dan "hasrat" yang diungkapkan para perancang mode sepatutnya dituangkan dalam rancangan yang bukan saja terlihat cantik, tetapi juga nyaman dipakai.
Demi terlihat cantik, seseorang memang ada saatnya memilih bertahan dalam ketidaknyamanan. Akan tetapi, kebutuhan yang lebih mendasar dan masuk akal adalah kenyamanan dan menjadi diri sendiri.
Di dunia mode, tren tidak menggugurkan pilihan individual. Karena itu, unsur klasik dan siluet sederhana tak pernah ketinggalan zaman, sejauh itu merefleksikan nilai dan karakter individu yang memakainya.
Kesempatan bagi lebih banyak perempuan untuk menemukan refleksi diri mereka pada label Dior, itulah yang diupayakan Raf Simons. Perancang asal Belgia ini menggantikan John Galliano yang lengser tahun lalu dari rumah mode Christian Dior.
Siluet yang lebih "menjual" dihadirkan Simons dengan menggabungkan gaya minimalis dengan kesan glamor klasik ala Dior, seperti tampak pada jaket berbahan tweed, kulit, dan cashmere. Gaun sutra dengan bustier juga menampilkan ciri Dior seperti garis pinggang ramping, peplum, dan rok mengembang.
Namun, Simons juga menawarkan pola asimetris seperti pada cape abu-abu pucat yang hanya menutup sebelah lengan. Ia menginterpretasi ulang motif klasik houndstooth (tenunan keper berbentuk kotak-kotak bergerigi) yang pertama kali digunakan Christian Dior pada 1948. Ditambahkannya pula unsur grafik pada bahan rajutan serta ilustrasi Andy Warhol pada motif bordir dan tas.
Unsur klasik juga diolah Maria Grazia Chiuri dan Pierpaolo Piccioli yang merancang untuk label Valentino. Keanggunan masa kini dituangkan dalam siluet sederhana dan elegan. Kali ini koleksi busana siap pakai yang dirancang Chiuri dan Piccioli terinspirasi karya pelukis Belanda Johannes Vermeer, "The Girl with a Pearl Earring". Pilihan warna dalam koleksi ini—hitam, biru tinta, dan sedikit pilihan merah—pun diambil dari palet warna lukisan itu.
Menginvasi pria
Gaun panjang dan gaun mini yang sama-sama berpotongan A-line tampil menonjol dalam koleksi Valentino ini. Gaun-gaun berlengan panjang dengan kerah tinggi menutup leher mengesankan keanggunan seolah bersifat kontemplatif. Bila kenyamanan menjadi pilihan, tampilannya bisa datang dalam siluet yang tampak sederhana, tetapi berstruktur terjaga.
Kenyamanan juga ditawarkan label Chloe. Tentang koleksi musim gugur/dingin Chloe itu, The Washington Post menyebutnya busana siap pakai yang benar-benar siap pakai. Rancangan Clare Waight Keller untuk rumah mode di Paris itu mengartikan ulang citra feminin.
Ia bisa mengokupasi teknik jahitan terstruktur pada pakaian pria dan menggunakannya untuk pakaian perempuan. Potongan baju yang longgar pun bisa jadi pilihan bila itu memberi kenyamanan. Koleksi Chloe pada pekan mode di Paris ini antara lain menyuguhkan celana terusan yang menyatu dengan bagian badan atas. Tak ketinggalan, paduan rok dengan jumper (atasan dari bahan rajutan) atau jaket panjang tanpa lengan.
Koleksi rancangan Dries van Noten, yang disambut hangat di Paris pekan lalu, juga mengadopsi gagasan itu. "Semua tambahan pemanis di pakaian perempuan seperti menginvasi pakaian pria. Aku tabrakkan semua itu dan melihat bagaimana hasilnya," ujar Van Noten di belakang panggung peragaan. "Kukira, kadang-kadang mode ini terlalu serius." (AP/AFP/Nur Hidayati)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini