KOMPAS.com - Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita menjumpai seseorang yang gemar membual dan membangga-banggakan dirinya dengan sangat tinggi. Karena ia menyampaikan dengan sangat meyakinkan, tak sedikit orang yang percaya dengan ceritanya, meski tak sesuai realitas.
Maraknya aliran-aliran kepercayaan yang dipimpin oleh seseorang yang merasa dirinya sebagai Nabi adalah salah satu contohnya.
Gangguan kejiwaan berupa waham juga dialami Lia, sebut saja begitu. Wanita yang dididik dengan keras sejak kecil oleh orangtuanya ini mengikuti kerja praktik di sebuah perusahaan. Kepada teman-temannya ia mengatakan bahwa pemilik perusahaan itu adalah orangtuanya. Ia bahkan merasa dirinya adalah cucu Presiden Soeharto dan kekasih aktor terkenal.
Dalam dunia kedokteran, orang yang memiliki keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan realitas disebut juga dengan gangguan kejiwaan berupa waham atau delusional.
"Orang yang memiliki gangguan waham akan mempertahan apa yang diyakini secara kokoh meskipun sudah diberikan bukti konkret yang menentang wahamnya," papar dr.Andri, spesialis kesehatan jiwa dari RS.OMNI Alam Sutera.
Umumnya pengidap waham tidak menampakkan adanya disintegrasi kepribadian atau adanya keanehan pada aktivitas kesehariannya. Mereka tampak "baik-baik" saja, kecuali menyangkut sistem wahamnya yang abnormal.
"Gejala spesifiknya hanya sebatas kokoh mempertahankan wahamnya dan tidak diikuti dengan gejala gangguan jiwa lain, misalnya halusinasi atau bisikan-bisikan seperti yang sering dialami penderita skizofrenia," kata Andri.
Gangguan waham disebabkan karena ketidakseimbangan dopamin pada jalur mesolimbik di otak. Meningkatnya dopamin yang tidak normal itu memicu waham.
"Mereka bisa menjelaskan dengan sistematik, runut dan meyakinkan sehingga orang lain percaya. Misalnya saja pada orang yang mengaku-ngaku sebagai Nabi,"imbuhnya.
Meski begitu tidak semua orang yang bisa menjelaskan secara sistematik hal yang keliru dianggap mengalami gangguan waham. Untuk menentukan apakah seseorang mengalami gangguan waham atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara mendalam.
"Gangguan waham bisa jadi disalahgunakan agar seorang penipu bisa lepas dari hukum," ujarnya.
Perbedaan mendasar penipu dengan penderita gangguan waham ialah sebuah kesadaran dalam menyebarkan hal yang keliru. "Penipu mengambil keuntungan, baik bersifat ekonomis atau ketenaran. Sedangkan penderita gangguan waham tidak memiliki motif ekonomi," pungkasnya.