Kompas.com - Bayi dan balita yang gemuk dan montok masih dipersepsikan sebagai anak sehat. Karenanya kebanyakan orangtua lebih merasa bangga jika anak mereka dianggap gemuk dan lucu. Padahal, kegemukan dan obesitas kini menjadi musuh baru dunia.
Obesitas bukan hanya menjadi masalah di negara maju tapi juga di Asia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak balita secara nasional 14 persen.
Angka tersebut meningkat dibanding hasil riset serupa di tahun 2007, yakni 12,2 persen. Prevalensi balita gemuk paling tinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta disusul dengan Sumatera Utara.
Riset WHO menunjukkan bahwa anak yang gemuk memiliki risiko untuk tetap gemuk dan menjadi obesitas di usia dewasa. Kondisi tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, dan masih banyak lagi.
Sebuah penelitian terhadap 3.098 anak berusia 3-6 tahun menunjukkan, kelebihan berat badan akan meningkatkan risiko penyakit jantung, bahkan di usia kanak-kanak.
Sulitnya mengubah persepsi orangtua mengenai berat badan ideal anak juga terlihat dari layanan pelanggan Careline yang dibuka oleh Nutricia Indonesia. Careline merupakan layanan pendampingan bagi orangtua untuk bertanya seputar tumbuh kembang anak.
Menurut Ira, salah satu ahli gizi dari Careline, banyak penelepon yang menanyakan bagaimana membuat anak-anak menjadi gemuk supaya terlihat lucu dan menggemaskan.
"Orangtua sering khawatir mereka tak memberi makan cukup kepada anaknya. Meski sebenarnya berat badan anaknya sudah ideal tapi kalau belum gemuk dan montok rasanya belum puas," kata Ira, dalam acara media edukasi mengenai obesitas pada anak yang diadakan oleh Nutricia di Jakarta, Selasa (16/4/13).
Keinginan orangtua untuk memiliki anak "sehat dan lucu" tersebut bisa membuat mereka keliru menerapkan pola makan sehingga memberikan makanan secara berlebihan pada anak-anak mereka.
Menurut dr.Sarah Angelique, national medical manager PT.Nutricia Indonesia, anak-anak yang kegemukan bukanlah anak dengen kelebihan gizi, tetapi kelebihan kalori.
Kelebihan kalori disebabkan kurangnya aktivitas fisik, banyaknya konsumsi gula, sementara kelebihan protein dipicu banyaknya konsumsi susu. Sejumlah anak yang diteliti mengonsumsi susu hingga delapan gelas perhari.
"Padahal kalau orangtua mau lebih teliti, di setiap kemasan produk susu sudah tertulis aturan penyajian dan jumlah penyajian untuk anak-anak setiap harinya," kata Sarah.
Ia menambahkan, pemberian gizi yang tepat sejak sebelum kehamilan akan menentukan tingkat kesehatan seseorang di usia dewasa. "Pemenuhan gizi yang seimbang harus dilakukan sebelum kehamilan, selama hamil, serta dua tahun pertama kehidupan anak," katanya.