KOMPAS.com - Kepergian Ustadz Jeffry Al Buchori pada Jumat (26/4/2013) dini hari akibat kecelakaan sepeda motor mengejutkan masyarakat luas. Ustad Jeffry mengembuskan nafas terakhirnya setelah mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Gedong Hijau 7 Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Uje, panggilan akrab Ustad Jeffry, mengendari sepeda motor dari arah timur Pondok Indah menuju Jalan Gedung Hijau Raya arah Pondok Pinang. Pada sekitar pukul 10.00 dini hari, motor yang dikendarai Uje menabrak trotoar sehingga ia kehilangan kendali. Motor besar yang dikemudian Uje kemudian menabrak sebuah pohon.
Menurut keterangan resmi dari pihak kepolisan, Ustad Jeffry mengalami luka parah di bagian kepala dan bagian muka. "(Uje) luka bagian muka, dan keluar darah dari telinga," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat pagi.
Berdasarkan pemberitaan, kondisi pria dengan panggilan akrab Uje ini sedang kurang bugar sebelum terjadinya kecelakaan. Fajar Sidik, adik kandung Ustaz Jeffry Al Buchori, menerangkan mendiang kakaknya memang sedang dalam kondisi kurang sehat saat mengendarai sepeda motor. Padahal, kondisi ini secara umum dapat menurunkan konsentrasi, kewaspadaan, dan refleks sehingga berbahaya untuk aktivitas mengemudi.
Ahli kesehatan tidur Rumah Sakit Mitra Kemayoran dr. Andreas Prasadja, RPSGT, menjelaskan, penurunan konsentrasi, kewaspadaan, dan refleks saat mengemudi sangat berbahaya dan berisiko besar. Pasalnya, mengemudi merupakan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Terlebih, saat dini hari yang secara umum manusia dengan jam tidur normal akan mengalami penurunan konsentrasi akibat mengantuk. Maka, mengendara saat dini hari sangat tidak disarankan bagi mereka yang tidak biasa terjaga saat itu.
Andreas menuturkan, kalaupun terpaksa harus mengendara di saat dini hari, ada dua syarat yang perlu dipenuhi. Yaitu, cukup tidur sebelumnya minimal 6 jam, dan bila di jam-jam tersebut seseorang memang terbias beraktivitas atau tidak tidur.
"Kalau ngantuk sangat tidak disarankan untuk berkendara. Apapun kendaraannya, mengemudi tetap membutuhkan konsentrasi tinggi," paparnya saat dihubungi Kompas.com.
Tidak teratasi
Mengantuk, kata Andreas, tidak dapat teratasi dengan apapun kecuali dengan tidur. Sama halnya seperti lapar yang hanya terpuaskan dengan makan, dan haus dengan minum, mengantuk hanya dapat diatasi dengan tidur yang berkualitas.
Penggunaan stimulasi seperti minuman berkafein atau nikotin yang konon dapat mengatasi ngantuk sebenarnya hanya menunda mengantuk. Otak yang sudah lelah akan tetap lelah dan baru dapat diberikan energi baru dengan tidur.
"Mengantuk tidak untuk diatasi, tetapi untuk dicegah. Mencegahnya pun juga dengan tidur. Maka bila mulai mengantuk selagi berkendara, sebaiknya tidak memaksakan diri," tutur Andreas.
Larangan mengemudi
Kendati telah memenuhi kedua syarat mengemudi di saat dini hari, Andreas mengatakan, perlu adanya larangan mengemudi bagi mereka yang mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur dapat berupa hipersomnia atau selalu mengantuk akibat tidak mendapatkan tidur yang berkualitas.
"Gangguan tidur ditandai dengan mendengkur saat tidur. Maka sebaiknya ada larangan mengemudi bagi para pendengkur," cetus Andreas.
Andreas menambahkan, kasus kecelakaan akibat mengantuk dari data Operasi Ketupat Polisi tahun 2011 mencapai 55 persen dari total kecelakaan. "Ini membuktikan risiko mengemudi saat ngantuk sangat tinggi," ungkapnya.