KOMPAS.com - Kerajinan tenun ternyata masih dianggap sebagai sampingan saja oleh perajin tenun di Indonesia. Padahal peluang bisnis untuk tenun terbuka luas dan menjanjikan. Pemasaran menjadi salah satu problem yang belum diseriusi.
Itulah yang dirasakan Sjamsidar Isa, project officer yang menangani program pembinaan perajin tenun dari Cita Tenun Indonesia (CTI). Menurutnya hampir semua perajin daerah yang mayoritas perempuan belum melihat bahwa tenun bisa menjadi usaha serius yang menghasilkan.
Sejak berdiri tahun 2008, CTI telah memberikan pembinaan di delapan wilayah di Indonesia, di antaranya Bali, Sumatera Selatan, Banten, Sulawesi Tenggara, Garut dan Majalaya, Sambas, Lombok, dan Sumba (Nusa Tenggara Timur). Dalam waktu dekat pembinaan akan berlangsung di Padang, Sumatera Barat.
"Kita melihat potensi tenun yang besar, dan tidak hanya untuk acara adat seperti kelahiran atau pernikahan, tapi juga untuk busana gaya dan interior," ujar Sjamsidar, di Jakarta, Selasa (8/4/2013) lalu.
Dari pengalamannya ke beberapa daerah, Tjammy, demikian ia biasa disapa, melihat bahwa banyak daerah masih tidak bisa memroses pewarnaan sendiri. Seperti Sambas, karena jauh dari pusat bahan baku, menenun masih dikerjakan dengan benang jahit yang membuatnya tidak nyaman dan kaku. Makanya kemudian mereka difasilitasi supaya mendapat benang tenun.
"Yang paling utama kemudian mengenalkan manajemen usaha ke mereka, seperti penggunaan bon, cap lunas, tas belanja, pokoknya membuat usaha tenun mereka bisa maju," ujarnya lagi.
Yang menarik adalah perajin tenun di daerah mayoritas adalah perempuan yang kemahirannya turun temurun dari generasi ke generasi. Ada juga yang sudah menjadi budaya atau tradisi. Di Lombok, misalnya, kaum perempuan menenun untuk diberikan kepada pria calon pasangannya. Kesiapan menikah dinilai dari seberapa bagus hasil kain tenun yang dihasilkan.
Proses pembuatan kain tenun yang lama, dan belum mahirnya penguasaan pemasaran, dianggap sebagai salah satu faktor kenapa menenun masih belum jadi pencaharian utama di daerah. Namun dengan potensi dan peluang yang mulai terbuka, mestinya menenun bisa mendapat tempat lebih serius di masa yang akan datang.
Editor :
Dini