Kompas.com - Selama ini wanita lebih dianggap sebagai pihak yang sering memalsukan orgasme. Anggapan tersebut didukung oleh penelitan yang menunjukkan hampir 70 persen wanita pernah berpura-pura mencapai orgasme. Namun menurut studi di Harvard, pria juga melakukan fake orgasm atau orgasme palsu.
Menurut ahli urologi dr. Abraham Morgentaler dalam buku barunya 'Why Men Fake it: The Totally Unexpected Truth', banyak pria mengakui mereka pernah berpura-pura mencapai klimaks. Tapi, apa yang menyebabkan pria melakukannya?
"Alasan mereka melakukannya mungkin menjadi yang paling mengejutkan. Sekali pria menjalin sebuah hubungan, mereka tampaknya lebih peduli pada pasangannya dari dirinya sendiri," ujar Morgentaler.
"Untuk setiap satu pria yang berperilaku buruk, saya bisa menjamin, 10 pria lainnya berperilaku penuh dedikasi dan pemikiran serta melakukan yang terbaik untuk menjadi pria dan pasangan yang baik," papar profesor urologi Harvard University ini.
Morgentaler menambahkan, ini mungkin hampir tidak dapat dipercaya, tapi melakukan orgasme palsu bukanlah hal yang mustahil bagi kaum adam, meski bagaimana mereka melakukannya masih belum jelas.
Sebuah studi baru dari University of Kansas menemukan, 70 persen wanita dan 30 persen pria pernah melakukan orgasme palsu. Dalam studi ini, kedua jenis kelamin ini memberikan alasan yang sama untuk berpura-pura, yaitu karena pasangan terlihat hampir mencapai klimaks. Hal ini membuat mereka tertekan untuk segera mencapai klimaks juga.
Studi ini melaporkan, adanya keinginan untuk memberikan pasangannya orgasme yang dahsyat terkadang justru memicu wanita maupun pria untuk melakukan orgasme palsu supaya harapan tersebut dapat tercapai.
Morgentaler mengatakan, alasan lainnya untuk melakukan orgasme palsu adalah perubahan cepat akan identitas gender dalam masyarakat. Perubahan ini membuat banyak pria mengalami krisis percaya diri akan maskulinitas mereka.
Ia pernah mendapatkan pasien berusia 27 tahun yang tidak dapat merasakan atau menggerakan apapun dengan pinggangnya. Morgentaler pun mengobati pria tersebut sehingga ia dapat melakukan seks kembali. Hasilnya luar biasa, ia merasa menjadi pria sejati. Namun sebenarnya, pria ini masih belum dapat merasakan kenikmatan seksual apapun.
Morgentaler menjelaskan, pasiennya merasa lebih baik bukan karena ia mendapatkan kenikmatan dari seks, melainkan karena ia dapat memuaskan istrinya.
"Sekitar 60 tahun yang lalu, seks merupakan kewajiban wanita namun kurang dinikmati oleh mereka. Namun sekarang wanita juga membutuhkan kenikmatan dari seks," tutur Morgentaler.
Ia menggambarkan, pria yang menderita disfungsi ereksi sering berpikir bahwa mereka tidak akan pernah mendapat pasangan. Mereka mengatakan, "wanita mana yang mau dengan pria yang tidak dapat memuaskan mereka?"