KOMPAS.com - Setiap pasangan suami-istri pasti punya impian untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga hingga akhir hayat. Tetapi apa daya, upaya mempertahankan pernikahan justru menghasilkan perceraian. Perceraian itu, baik secara damai atau tidak, akan menaruh dampak negatif bagi jiwa anak.
Penelitian dari Pennsylvania State University ini menganalisis hampir 1.000 keluarga. Tim peneliti menemukan adanya perceraian, baik cerai secara damai atau tidak, mengakibatkan dampak buruk bagi tumbuh kembang anak-anak mereka. Temuan ini bertentangan dengan kepercayaan yang beredar bahwa perceraian dengan proses damai antara kedua orangtua tidak akan mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan anak mereka, begitu pula sebaliknya.
Namun, para peneliti menemukan kenyataan yang berbeda, yaitu meskipun perceraian terjadi secara baik-baik, pertumbuhan jiwa anak-anak tetap akan terpengaruh. Itu sebabnya, para konselor pernikahan menyerukan kepada pasangan suami-isteri untuk menyelamatkan pernikahan mereka guna melindungi tumbuh kembang anak-anak mereka kelak.
Tim peneliti juga membandingkan kesejahteraan anak-anak dari orangtua yang telah bercerai dengan orangtua yang masih teguh dengan pernikahan kuat. Terlihat, anak-anak yang berasal dari keluarga berantakan mengalami dampak lebih buruk.
Dalam kasus ini, terdapat tiga pengelompokan orangtua yang telah bercerai dalam mengatasi pola asuh anak-anak mereka. Pertama, yang disebut dengan co-operative parents, memperlihatkan orangtua yang bekerjasama dalam pola asuh anak dan bisa menjaga hubungan baik satu sama lain. Pola ini dipercaya tidak akan memberikan dampak buruk bagi pertumbuhan anak mereka. Yang kedua, disebut dengan orangtua paralel, yaitu berbagi pengasuhan anak tapi jarang berbicara satu sama lain. Sedangkan, kelompok ketiga terdiri atas orangtua tunggal, di mana salah satu orangtua tidak hadir dalam pengasuhan anak mereka.
"Tiga kelompok peran pola asuh orangtua yang telah bercerai tersebut memberikan jawaban yang sama, yaitu bahwa berbagi pengasuhan anak dapat menjadi bekal untuk menjalani hubungan pasca perceraian dengan baik," tutur para peneliti, seperti yang dilaporkan jurnal Family Relations.
Namun kenyataannya, pada usia remaja, anak yang berasal dari pola asuh co-operative parents tidak lepas dari permasalahan perilaku yang sama dengan anak-anak yang berasal dari keluarga berantakan. Mereka diketahui bereksperimen dengan rokok, obat-obatan, dan alkohol. Prestasi akademik di sekolah juga menunjukkan kondisi lebih buruk daripada mereka yang orangtuanya tidak berhubungan satu sama lain pasca perceraian (orangtua paralel).
Sumber: Mid-Day
Editor :
Dini