JAKARTA, KOMPAS - Kelainan kulit, rambut rontok, dan peradangan selaput sinovial yang menyebabkan pengumpulan cairan di sendi lutut masuk menjadi kriteria diagnosis lupus. Adapun kondisi tidak tahan sinar matahari dieliminasi dari kriteria.
Hal itu dikemukakan Guru Besar Hematologi Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Zubairi Djoerban dalam diskusi "Lupus dan Keragamannya" di FKUI/Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo, Jakarta, Jumat (3/5).
Menurut Zubairi, dalam Kongres Lupus Sedunia di Buenos Aires, Argentina, 7-21 April, ditetapkan perubahan kriteria diagnosis penyakit lupus. Selain perubahan di atas, kini anemia hemolitik, leukopenia (berkurangnya jumlah sel darah putih), dan trombositopenia (turunnya jumlah keping darah) tidak lagi digabung, tetapi dipisah-pisah. Dengan kriteria itu, ujar Zubairi, sensitivitas deteksi meningkat dari 86 persen menjadi 92 persen.
Ketua Yayasan Lupus Indonesia Tiara Savitri mengatakan, perubahan kriteria diagnosis lupus perlu disosialisasikan, baik kepada dokter maupun masyarakat, terutama penderita lupus.
"Walau kami sudah memiliki komunitas di sejumlah kota, pemerintah belum mengeluarkan informasi apa pun tentang lupus. Akhirnya kami turun tangan sendiri," kata Tiara.
Salah satu penderita lupus sejak tahun 2006, Yuliana, mengharapkan kriteria terbaru itu bisa memberikan kejelasan bagi dokter untuk mendiagnosis lupus.
"Para dokter di daerah terkadang salah melakukan diagnosis. Akibatnya, penderita lupus meninggal dunia karena terlambat penanganannya," Yuliana menuturkan.
Dalam kongres itu, dipresentasikan pula antibodi terbaru untuk menangani lupus, yakni belimumab. Namun, menurut Zubairi, efektivitas belimumab hanya 30 persen dan kurang bermanfaat bagi etnis Afro-Amerika. (K06)