JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah dan DPR didesak untuk berkomitmen memasukkan larangan iklan dan promosi rokok secara total dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang baru. Hal ini untuk mencegah rusaknya kesehatan generasi muda akibat paparan asap rokok.
Hal ini mengemuka dalam seminar yang diselenggarakan Kaukus Kesehatan DPR bertema "Urgensi Pelarangan Iklan Rokok dalam RUU tentang Penyiaran dan Implikasinya terhadap Kesehatan Masyarakat" di Gedung DPR Jakarta, Kamis (30/5).
Menurut Ketua Kaukus Kesehatan DPR Sumarjati Arjoso, kehadiran RUU Penyiaran menuai banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya, memperbolehkan iklan rokok di media penyiaran.
"Pada awalnya, Badan Legislasi DPR setuju melarang total iklan rokok. Namun, dalam perjalanan terjadi perubahan sehingga tetap diperbolehkan," ujar Sumarjati.
Sumarjati menegaskan agar RUU Penyiaran yang baru segera memasukkan larangan total terhadap iklan dan promosi rokok dalam bentuk apa pun. "Hal ini untuk mencegah remaja menjadi perokok pemula. Selama ini, mereka terpengaruh melalui iklan di media," ujar Sumarjati.
Sumarjati menyoroti kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memperbolehkan penyiaran iklan rokok dari pukul 21.30 hingga 05.00 secara menyeluruh. "Seharusnya peraturan itu berlaku bagi waktu setempat. Namun, warga di Indonesia timur masih menerima tayangan iklan rokok hingga pukul 07.00," ujarnya.
Anggota Panitia Kerja RUU Penyiaran, Muhammad Najib, menuturkan, perdebatan di Komisi I di antara dua pihak berseberangan, yakni pihak menyetujui pelarangan mutlak dan pihak hanya ingin pembatasan serta pengaturan iklan rokok, hampir usai.
"Ada kompromi bahwa pengaturan iklan rokok harus lebih maju dari RUU sebelumnya. Dalam hal ini durasinya dikurangi dan waktu tayang pun ditentukan. Namun, semua ini belum final," katanya.
Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika Henri Subianto menjelaskan, pelanggaran jam tayang iklan rokok merupakan tanggung jawab dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Seharusnya KPI lebih tegas menindak pelanggaran tersebut." ujar Henri.
Putusan MA
Henri menambahkan, terkait penerapan larangan iklan secara total, pihaknya tetap berpegang pada keputusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2009 yang menyatakan iklan rokok tidak bisa dilarang karena merupakan produk legal yang boleh beredar.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Kartono Mohamad menyatakan, tidak yakin dengan komitmen pemerintah dan parlemen untuk memasukkan aturan larangan total iklan dan promosi rokok dalam RUU Penyiaran.
"Aturan dari Mahkamah Konstitusi tersebut dikeluarkan sebelum ada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Hal ini menunjukkan, pemerintah secara langsung menghancurkan generasi masa depan bangsa," kata Kartono. (K06)