KOMPAS.com - Berkarier sebagai peneliti belum menjadi pilihan kebanyakan perempuan Indonesia. Padahal, perempuan punya potensi besar menjadi peneliti.
Perempuan peneliti Rani Sauriasari, MSc, PhD APt, salah satu penerima beasiswa program LÓreal For Women in Science (FWIS) Nasional mengatakan perempuan punya potensi besar menjadi peneliti.
"Karakteristik penelitian bukan hanya butuh cerdas, pintar tapi juga butuh ketekunan, konsistensi dan perempuan punya potensi besar untuk itu.Profesi peneliti tepat untuk perempuan karena waktu kerja lebih fleksibel. Perempuan juga bisa mendapatkan kepuasan dengan bekerja sebagai peneliti," ungkapnya di sela bincang-bincang program FWIS 2013 di Jakarta, Rabu (29/5/2013).
Menurut Rani, menjadi peneliti tidak identik dengan penghasilan rendah apalagi kemiskinan. Jika berhasil menciptakan temuan lalu mematenkannya, peneliti bisa mendapatkan penghidupan yang layak dari royalti atas hasil penelitiannya.
"Jadi jangan ragu dan jangan khawatir jika ingin menjadi peneliti," sarannya.
Rani melanjutkan, dukungan terhadap profesi peneliti termasuk pemberian penghargaan semakin berkembang. Namun demikian, ibu satu anak ini mengakui peneliti masih membutuhkan perhatian terutama dari pemerintah terkait dukungan pendanaan, selain kemudahan dalam proses penelitian di laboratorium terkait birokrasi, serta fasilitas konferensi yang lebih banyak sehingga memberikan peluang bagi peneliti untuk menyampaikan temuannya di forum internasional.
Meski dukungan terus bertambah, profesi peneliti belum menjadi pilihan kebanyakan perempuan lantaran pencitraan. Citra peneliti masih perlu mendapatkan perhatian khususnya di Indonesia.
"Di luar negeri, peneliti punya citra yang tinggi, mereka kagum dengan profesi peneliti. Sementara di Indonesia, kita harus membentuk citra peneliti bukan sebagai profesi rendahan," ungkapnya.
Editor :
wawa