KOMPAS.com - Sistem casemix memungkinkan pasien menjalani perawatan yang tidak perlu. Hal ini dapat membuat pengobatan menjadi lebih efektif dan pasien tak perlu lama-lama menjalani perawatan di rumah sakit. Casemix merupakan dasar Indonesia Case Based Groups (INA-CBG's) yang merupakan sistem pembiayaan untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014.
Casemix adalah pengelompokan diagnosis penyakit yang dikaitkan dengan biaya perawatan dan dimasukkan dalam grup. Ciri grup adalah memiliki gejala klinis dan pemakaian sumber daya yang sama. Casemix digunakan sebagai sistem pembayaran pelayanan kesehatan secara paket, dengan biaya yang ditentukan sebelumnya.
"Nantinya tidak ada lagi pembiayaan berdasar per pelayanan (fee for service). Pembiayaan ini menghindarkan pasien dari menjalani perawatan dan pengobatan yang tidak perlu," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, Akmal Taher.
Pembiayaan ini juga memungkinkan pasien memperoleh perawatan dengan kualitas dan harga sama, bila dilakukan di rumah sakit dan regional yang tidak berbeda. Sistem ini menungkinkan rumah sakit untuk bekerja lebih efektif. Hal ini, menurut Akmal, dikarenakan pemerintah hanya membayar bila perawatan dilakukan sesuai paket diagnosa. Bila perawatan dan pengobatan keluar dari paket, maka pembiayaan dilakukan rumah sakit.
"Sistem ini memungkinkan rumah sakit bekerja lebih efektif. Kalau melenceng maka rumah sakit rugi," kata Akmal.
Kerugian dapat ditekan jika rumah sakit dan pasien bekerja sama. Tenaga kesehatan memberikan pelayanan semaksimal mungkin, sedangkan pasien berusaha sebaiknya untuk sembuh.
Casemix sebetulnya bukan sesuatu yang asing. Implementasinya sudah dilakukan sejak 2006, melalui Indonesia Diagnose Related Group (INA-DRG). Pada 2009, casemix digunakan untuk sistem pembiayaan Jamkesmas di pelayanan kesehatan lanjutan. Perubahan terjadi pada 2010 yang mulai menggunakan nama INA-CBG's. Perubahan sekaligus persiapan penerapan INA-CBG's dilakukan secara nasional. Pada 2012 penerapan INA-CBG pertama kali dilakukan pada 1.114 rumah sakit.
Belum ada sistem audit
Kendati sudah didepan mata, ternyata penerapan INA-CBG's belum mempunya sistem audit. Padahal, sistem ini berguna untuk memeriksa kualitas dan sistem pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit.
"Saat ini, standar audit INA-CBG's untuk JKN 2014 masih dalam proses. Terutama untuk layanan primer, supaya tidak asal kirim pasien," kata Akmal.
Standar audit digunakan untuk mengurangi variasi pelayanan yang diberikan. Menurut Akmal, melalui standar audit nantinya dapat dilihat rumah sakit mana yang bisa mengobati pasien dalam waktu yang ditentukan. Dalam standar audit juga dimasukkan clinical pathway, misalnya lamanya pasien dirawat di rumah sakit.
"Nanti bisa dilihat mutu tidak selalu mengindikasikan mewah," kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri.