KOMPAS.com - Terlalu capek dan kelelahan sering kali menjadi fatal bagi para penderita sakit jantung, tak terkecuali bagi almarhum Taufiq Kiemas. Suami mantan presiden RI Megawati Soekarnoputri itu tutup usia pada Sabtu (8/6/2013) kemarin setelah sempat dirawat intensif selama lima hari di Singapore General Hospital. Taufiq menjalani perawatan usai mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan Monumen Bung Karno dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (1/6/2013).
Almarhum yang menjabat Ketua MPR RI selama ini memang dikenal memiliki riwayat penyakit jantung. Menjelang akhir hayatnya, Taufiq juga mengalami komplikasi dan masalah pada ginjalnya. Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang mendampingi Taufiq saat menjalani perawatan di Singapura menyatakan bahwa almarhum dibawa ke Singapura karena ginjalnya bermasalah. Menurut Pramono, almarhum Taufiq mengalami sulit buang air kecil.
"Sehingga itu menjadi problem dengan beliau, dengan jantungnya," ujar Pramono saat ditemui di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (9/6/2013).
Sudah beberapa tahun lamanya, almarhum Taufiq menderita gangguan jantung. Ia pernah menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta pada Oktober 2005 dan dirawat selama dua minggu lebih.
Dengan aktivitasnya yang padat, penyakit jantung yang diderita Taufiq sering kali kambuh. Tercatat beberapa kali ia harus dirawat di rumah sakit karena jantungnya. Pada Desember 2011, Taufiq dirawat intensif di RSJ Harapan Kita dan harus menjalani operasi penggantian baterai alat pacu jantungnya.
Pada kesempatan itu, politisi PDI-Perjuangan Trimedya Panjaitan pernah memberi penjelasan kepada media bahwa penggantian baterai alat pacu jantung harus dilakukan Taufiq setiap 8 tahun sekali. Jika konsisten, seharusnya operasi jantung itu dilakukan Desember 2012. Namun, menurut Trimedya, Taufik sengaja meminta agar operasi jantung dilakukan Desember tahun tersebut. Alasannya, Taufiq tidak ingin operasi jantungnya mengganggu perayaan ulang tahun ke-70.
"Dia (Taufik) bilang, 'Tahun ini saja saya ganti alat pacunya. Biar ulang tahun yang ke-70 enggak terganggu,'" kata Trimedya menirukan Taufiq saat itu.
Tak boleh capek
Menurut ahli jantung dari RSJ Harapan Kita dr. H. Aulia Sani, SpJP (K), FCJJ, FIHA, dengan kondisi yang sudah memakai alat pacu jantung, seseorang akan menjadi sangat rentan. Pasien yang sudah memakai pacemaker, sebenarnya disarankan untuk menghindari aktivitas berat dan berlebihan.
"Kalau sudah memasang alat pacu jantung memang sebaiknya tidak terlalu capek. Tidak ada ukuran bakunya, tetapi biasanya tubuh sudah memberikan sinyal," kata Aulia yang dihubungi KOMPAS.com, Minggu (9/6/2013).
Rajin melakukan kontrol adalah salah kunci penting bagi kesehatan pasien yang menggunakan alat pacu jantung. Aulia pun biasa menyarankan pasien untuk memeriksakan diri minimal satu kali dalam sebulan. Selama pemeriksaan irama jantung akan dicek menggunakan electrocardiograph (EKG).
Irama jantung, terang dia, merupakan tanda baik tidaknya jantung bekerja. Apabila irama masih tidak teratur, maka alat pacu jantung harus diperbaiki.
Pacu jantung biasa digunakan pada pasien dengan irama jantung lambat (bradikardia), keracunan obat, kelainan genetik, atau penderita gagal jantung. Alat ini dapat mengembalikan irama normal jantung yaitu 60-100 kali per menit, saat istirahat. Pacu jantung merupakan alat sebesar stopwatch yang dipasang di bawah kulit. Alat ini terdiri atas pembangkit detak dan kabel.
Pembangkit detak mengatur kecepatan aliran listrik ke jantung. Sedang kabel berfungsi mengantar aliran listrik ke jantung. Impuls listrik akan dikirimkan ke atrium kanan dan kiri sehingga berkontraksi. Darah kemudian masuk ke dalam ventrikel hingga penuh. Ketika sudah penuh maka impuls listrik akan dikirim ke ventrikel, dan darah terpompa ke seluruh tubuh. Alat pacu jantung memiliki sensor untuk merasakan aktivitas pemiliknya.
Bila sedang olahraga, maka pacu jantung bekerja lebih cepat untuk mengirim sinyal. Sehingga, sel dalam tubuh cepat memperoleh asupan gizi dan oksigen. Pemeriksaan rutin dilakukan untuk melihat, apakah pacu jantung bekerja maksimal.
"Biasanya ada kabel yang lepas, karena itu alat tidak bisa berfungsi maksimal. Karena itu disarankan rajin kontrol supaya masalahnya cepat diketahui," kata Aulia yang menerangkan bahwa alat pacu jantung dapat berfungsi hingga 10 tahun.
Jangan kegemukan
Aulia juga menyarankan pasien yang sudah memasang pacu jantung tidak terlalu gemuk. "Kalau sangat gemuk. Dikhawatirkan kabelnya tertindih. Akibatnya, impuls listrik tidak terkirim dan jantung tidak berdetak," kata Aulia.
Semakin tinggi berat badan, maka jantung semakin berat bekerja. Akibatnya sinyal harus cepat dikirimkan. Hal ini mengakibatkan pacu jantung bekerja ekstra keras, supaya jantung bisa lebih cepat berdetak. "Sebetulnya tidak hanya berat, tapi juga tekanan dan level gula darah. Kalau salah satu naik maka pacu jantung bekerja lebih keras," kata Aulia.