Kentang Kleci (www.ugm.ac.id)
VIVAnews - Kentang kleci, kentang berkulit hitam sebesar ibu jari yang banyak ditemui di pasar-pasar tradisional ini, ternyata memiliki kandungan antikanker. Umbi kecil ini biasanya dikukus untuk dikonsumsi atau terkadang dicampur dalam sayuran. Rasa kentang hitam ini seperti juga kentang-kentang lainnya.
Bernama latin Coleus tuberosus, kentang kleci mengandung senyawa-senyawa antioksidan dan antiproliferasi (antiperbanyakan sel kanker) golongan triterpenic acid.
Mutiara Nugraheni, mahasiswa S-3 Program Studi Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UGM, melakukan serangkaian penelitian terkait dengan senyawa fungsional kentang hitam. Dari penelitiannya, berhasil ditemukan senyawa triterpenic acid yang dominan dalam kentang hitam berupa ursolic acid (UA) dan oleanolic acid (OA).
Dari kajian penelitian Mutiara diketahui bahwa kandungan senyawa-senyawa di bagian kulit lebih tinggi (sekitar 4 kali) dibandingkan dengan bagian daging umbi.
"Senyawa-senyawa tersebut dan ekstrak umbi kentang hitam setelah diuji aktivitas antioksidannya menggunakan metode FTC dan TBA ternyata positif menunjukkan aktivitas yang tinggi," ujar Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc. yang menguji disertasi Mutiara di kampus UGM, Selasa 13 September 2011.
Sebagai promotor Mutiara Nugraheni dalam meraih gelar doktor UGM, Umar Santoso mengatakan Mutiara telah melakukan uji aktivitas antiproliferasi terhadap ekstrak umbi kentang hitam (bagian kulit dan daging) dengan menggunakan sel-sel kanker payudara MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan memakai metode MTT Assay.
Secara singkat, sel-sel kanker ditempatkan dalam sumuran-sumuran pada plat kemudian diberikan perlakuan dengan ekstrak umbi kentang hitam berbagai konsentrasi.
Setelah diinkubasi selama 72 jam dan diberi tambahan reagen MTT, dengan pengukuran tingkat viabilitas sel menggunakan ELISA Reader, hasil penelitian menunjukkan baik ursolic acid, oleanolic acid, maupun ekstrak umbi secara signifikan menghambat proliferasi sel-sel kanker.
"Dan ternyata aktivitas antiproliferasi ekstrak bagian kulit lebih tinggi daripada bagian daging. Hal ini karena kandungan ursolic acid dan oleanolic acid yang lebih tinggi di bagian kulit," kata Umar Santoso dilansir laman UGM.
Untuk mengetahui mekanisme antiproliferasinya, Mutiara Nugraheni sebagai peneliti melakukan pengamatan mikroskopik setelah memberikan pewarnaan (staining) menggunakan acridine orange/ethidium bromide. Cara ini memberi bukti bahwa sel-sel kanker yang diberi perlakuan ekstrak umbi kentang mengalami apoptosis, yaitu terjadi kerusakan morfologi, fragmentasi DNA, dan kematian sel-sel kanker tersebut.
"Tim penguji menilai hasil penelitian Mutiara Nugraheni menjadi temuan menarik karena membuktikan secara ilmiah bahwa umbi yang selama ini praktis tak dikenal ternyata mengandung komponen-komponen fungsional berkhasiat kesehatan."
Temuan ini telah dipublikasikan di tiga jurnal tingkat internasional, yaitu International Food Research Journal, African Journal of Food Science, dan Journal of Medicinal Plants Research. "Dengan disertasinya, Mutiara Nugraheni, yang dosen UNY, telah dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dan kini tengah menunggu wisuda program pasca di UGM di bulan November 2011 nanti," kata Umar.
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }