TEMPO Interaktif - Rahmawati menatap bingkai foto suaminya. Perlahan, sambil menahan kesedihan, dielusnya gambar Pramudya. "Kalau melihat wajahnya selalu menyesakkan dada. Peristiwanya sangat cepat. Baru selesai main tenis, mengeluh masuk angin minta dikerok. Sepuluh menit setelah kerokan, tertidur dan langsung meninggal. Kata dokter, Mas Pram terkena serangan jantung," Rahma menceritakan dengan sedih.
Serangan jantung memang tidak bisa ditebak. Bisa melanda kapan dan di mana saja. Serangan yang berujung fatal ini bisa menyerang siapa saja yang memang mempunyai faktor risiko, seperti tekanan darah tinggi dan kandungan kolesterol berlebih. Pada kasus Pramudya, menurut Rahmawati, suaminya memiliki kolesterol yang tinggi.
Dalam diskusi hasil studi Cluster Randomized Usual Care versus Investigation Assessing Long Term Risk (CRUCIAL) terhadap pasien kardiovaskuler di Asia-Pasifik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo beberapa waktu lalu, ahli jantung Lukman Hakim memaparkan beberapa langkah penyelamatan dini ketika datang serangan jantung. "Kalau pakai celana sempit, sebaiknya dilonggarkan," kata Lukman.
Kemudian, harus ada tindakan hati-hati. Artinya, memastikan untuk tidak mengambil tindakan cepat dan gegabah yang berakibat fatal. Misalnya, melakukan kerokan, padahal si penderita memiliki catatan kesehatan tekanan darah tinggi dan kolesterol berlebih. "Ini yang harus diwaspadai, tidak boleh gegabah," ujarnya.
Lukman pun mengingatkan, si pasien mesti ditenangkan. Sebab, dengan kondisi pasien merasa tenang, kinerja hormon adrenalin tidak terlalu tinggi sehingga kebutuhan oksigen pun tidak banyak. Bila terjadi serangan mendadak di rumah atau di kantor, Lukman mengingatkan sebaiknya si penderita dibaringkan dan ditenangkan, lalu segera dibawa ke rumah sakit.
Menurut Lukman, alternatif lain yang bisa dilakukan adalah membuat penderita batuk. "Kalau batuk, aliran darah ke otak jadi lebih cepat," ucapnya. Tetapi batuk bukan jaminan penderita bisa selamat dari serangan jantung. "Ini hanya sekadar usaha," dia mengingatkan.
Selain itu, Lukman menambahkan, ada cara medis untuk penyelamatan pertama serangan jantung, yaitu resusitasi (pemulihan pernapasan) jantung dan paru. Tapi memang perlu pelatihan khusus untuk yang akan melakukannya.
Menurut dia, di luar negeri, tidak hanya paramedis yang bisa resusitasi jantung dan paru, masyarakat awam pun bisa karena sistem pendidikan medis diperkenalkan ke rumah-rumah.
Padahal, ujar Lukman, seharusnya orang umum bisa melakukan karena mekanismenya sederhana. Pertama, tekan dada dengan telapak tangan berulang-ulang. Lalu tiupkan udara melalui mulut dan hidung penderita. Cara ini diharapkan mampu membuat penderita jantung kembali bernapas normal.
Lukman pun mengingatkan supaya berhati-hati dan mewaspadai gejala hipertensi seperti rasa sakit di belakang kepala, emosional, dan jantung berdebar-debar. "Sebaiknya, sekali waktu coba untuk cek tekanan darah."
Sebab, kondisi hipertensi yang terlambat diketahui bisa memicu serangan jantung. Dan hubungannya, Lukman menuturkan, hipertensi dapat mempercepat penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah dan oksigen tidak lancar, termasuk sirkulasinya ke jantung, sehingga jantung bekerja lebih kuat.
Sementara itu, Rini Pramesti, dokter jantung dari Rumah Sakit Islam Jakarta, mengingatkan, bila pasien penderita penyakit jantung menghadapi serangan mendadak, sebaiknya tidak perlu panik. Jika mengalami serangan dalam kondisi sendirian, sebaiknya segera usahakan untuk batuk terus-menerus dengan sekuat tenaga. Tarik napas dalam-dalam sebelum batuk, lalu berbatuklah dengan kuat-kuat dan panjang-panjang seperti hendak mengeluarkan dahak.
"Pada setiap selang dua detik, harus tarik napas sekali dan berbatuk sekali hingga pertolongan tiba. Atau hingga merasa denyut jantung sudah normal, baru boleh istirahat," ujarnya. Adapun tujuan tarik napas adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam paru-paru. Sedangkan batuk tujuannya untuk menekan jantung supaya aliran darah bersirkulasi.
Dengan menekan jantung, diharapkan denyut jantung dapat kembali normal. Menurut Rini, pertolongan dengan cara ini membuat si penderita berkesempatan pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
DIANING SARI | HADRIANI P