KOMPAS.com - Tanya: Saya seorang ibu rumah tangga. Putri saya berusia dua tahun tujuh bulan. Di usia batita ini, anak saya begitu senang bereksplorasi. Menurut literatur yang saya baca, memang begitulah seiring dengan tahap perkembangannya. Akan tetapi terkadang polahnya membuat kami "agak kewalahan".
Misalnya menghadapi sikapnya yang semaunya. Usai mandi pagi, dia ngotot hanya mau pakai baju yang berbahan tebal kesukaannya. Padahal, dengan mengenakan itu, ia jadi mudah berkeringat. Kami sudah coba berikan alternatif, tapi ya itu, ia tetap pada pendiriannya. Kemudian ketika sarapan, ia makan semaunya. Ketika ia hanya makan tiga suap dan stop tak mau lagi, ia tak bisa "dipaksa" padahal sudah coba dibujuk.
Ketika bermain, contoh lainnya, ia memberantakan mainannya sehingga ruangan tengah rumah kami seperti "kapal pecah". Kami sudah coba mengajaknya baik-baik untuk untuk kembali membereskan mainan, tapi apa daya, ia malah cuek dengan sikapnya yang semaunya.
Bagi kami sebagai orangtua baru, hal-hal sederhana ini kadang memicu amarah, tapi kami berusaha tahan. Kalau sudah kesal memuncak, biasanya saya mencoba menghindar atau menjawab untuk mengendurkan urat-urat yang sudah menegang ini. Bagaimana menghadapi anak usia ini yang begitu ekspresif, energik dan bersikap semaunya? (Dewi)
Jawab: Dewi baru mempunyai satu anak dan merasa kewalahan menghadapi ulahnya yang "keras kepala" sehingga membuat Dewi hilang kesabaran. Dalam hal dia ingin memakai baju yang tebal sehabis mandi, biarkan saja, karena dia yang merasakan sendiri tubuhnya berkeringat, asalkan tidak membuatnya menderita biang keringet, asalkan tidak membuatnya menderita biang keringat.
Ketika makan, dia hanya mau tiga suap, sediakan saja makanan dalam porsi tiga suap sesuai keinginannya, tidak apa-apa, sebab dalam hal ini dia yang bisa menakar kebutuhannya. Letakkan penganan yang lain di meja yang mudah dia jangkau, sehingga ketika lapar, dia akan mengambil sendiri makanan itu.
Dalam hal membereskan mainan, ini yang perlu disiasati agar dia mau bertanggung jawab terhadap mainannya. Pertama, menata penyimpanan mainan, sebaiknya dipilah-pilah berdasarkan jenisnya. Misalnya mobil-mobilan dalam satu wadah, balok-balok mainan dalam satu wadah, dan seterusnya. Tujuannya agar lebih mudah memilih apa yang ingin dimainkan dan anak belajar melakukan pengelompokan.
Kedua, biasakan dia memilih mainan apa yang ingin di mainkan. Dalam hal ini Dewi perlu bersikap tegas sebab dia harus belajar memutuskan apa yang akan dilakukan dengan mainan apa.
Ketiga, pada waktu dia bermain tidak usah segera di bereskan mainannya. Akan tetapi, hal ini bergantung pada pola kegiatan anak. Apakah dalam sehari dia berulang kali mengeluarkan mainannya? Mungkin saja dia belum menyudahi permainan dan ingin dilanjutkan di waktu lain, misalnya sore hari. Apabila demikian kebiasaan anak maka boleh, maka boleh saja mainan dibiarkan dulu sampai menjelang tidur, baru di bereskan bersama-sama.
Selain ketiga hal diatas, Dewi perlu memperhatikan nada bicara ketika mengajak anak membereskan mainan, atau membujuk untuk melakukan berbagai kegiatan yang tidak segera dia ikuti.
Bila nada bicara orang dewasa terkesan memaksa tidak sabar, terburu-buru maka anak semakin menolak bekerja sama. Jangan putus asa, sebab kadangkala ulah anak yang negatif hanya berlangsung sementara waktu. Tapi Dewi perlu bersikap tegas pada anak. Mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan. (Tabloid Nakita/Play Therapis dan Psikolog Anak, Dra Mayke S Tedjasaputra. MSi)