TEMPO Interaktif, Jakarta - Tidak memiliki waktu luang alias sibuk dan kebanyakan waktu luang atau menganggur memiliki efek yang sama, yaitu membuat stres. Dalam sebuah penelitian, para ahli dari University of Cincinnati di Ohio dan Universitas Baylor di Texas menanyai 1.329 remaja. Seberapa banyak waktu luang mereka dan bagaimana tingkat kebahagiaan mereka.
Kaum muda yang menganggap dirinya memiliki sedikit waktu luang sering merasa sengsara. Sebaliknya, remaja dengan banyak waktu luang sering mengabaikan hal-hal yang harus dilakukan. "Apa yang lebih diinginkan: waktu luang terlalu sedikit atau terlalu banyak di tangan Anda? Untuk menjadi bahagia, kondisi di tengah," kata para peneliti.
Orang muda materialistis hanya perlu jumlah waktu luang yang tepat untuk merasa lebih bahagia. "Kita sekarang hidup dalam sebuah masyarakat di mana waktu adalah esensi. Persepsi kekurangan waktu atau tekanan waktu terkait dengan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah." Pada saat yang sama, budaya konsumsi kita yang ditandai oleh materialisme dan pembelian kompulsif, juga memiliki efek pada kebahagiaan orang."
Laporan itu menyimpulkan, hidup dengan jumlah waktu luang yang masuk akal dan seimbang tidak hanya mendukung kesejahteraan secara langsung. Pola ini juga membantu mengurangi beberapa efek samping negatif yang terkait dengan kehidupan di masyarakat yang berorientasi konsumen.
DAILY MAIL | EZ