TEMPO Interaktif, - Dua era monumental bagi perempuan menjadi sumber ide Sebastian Gunawan. Seba--begitu ia biasa disapa--mengabadikan momen tahun 1920-an dan 1960-an dalam busana yang ditampilkan di Pekan Busana Jakarta, Jakarta Fashion Week.
"Tema Charming Blend adalah perpaduan filosofi berpakaian tahun 1920-an dan 1960-an," kata Seba, menuturkan tema momen yang diambilnya kali ini.
Era 1920-an, kata Seba, adalah era kebebasan berpakaian perempuan dari balutan "underwear" yang sangat kencang. "Cirinya adalah korset yang tak lagi bertali," ujar dia. Maka ungkapan kebebasan tersebut hadir dalam gaun dengan siluet lurus dengan kontur tetap feminin.
Bagaimana masa 40 tahun kemudian, di tahun 1960-an? Perempuan di era ini, kata Seba, punya pilihan bebas berbusana. Karenanya, lahir gaya busana A-Line maupun baby doll.
Tren memang seperti siklus yang akan selalu berulang di setiap masa dan perancang busana adalah pengarang cerita dalam siklus tersebut. "Kami punya kebebasan untuk mengungkap kisah suatu tema dalam cerita pendek maupun cerita panjang," kata Seba.
Dan campuran nan menawan dalam dua era tersebut (Charming Blend) hadir dalam 45 rupa gaun karya Seba dan istrinya, Christina Panarese. Era 20-an, misalnya, tampil dalam gaun pendek tanpa lengan yang warnanya dominan dari warna korset, yaitu cokelat dan hitam. Detail bordir dan aplikasi kristal di bagian dada dan bahu mengubah inspirasi pakaian dalam menjadi gaun malam yang elegan.
Untuk model gaun pendek, Seba menggunakan model seperti rok balon, tapi dimodifikasi di bagian pinggang. Sehingga siluet balon hadir dalam permainan layer di bagian pinggang. Adapun untuk gaun panjang yang menarik adalah detail ekor gaun. Seba dan Christina memainkan ekor gaun dari bahan chiffon dengan cara mengikat bak ekor kuda.
Charming Blend merupakan pertunjukan sekaligus Kampanye Yayasan Jantung Indonesia. Sebelum pertunjukan, enam orang muse atau wanita-wanita inspiratif penggerak Yayasan Jantung Indonesia melenggang di catwalk membawakan karya Seba dan Christina.
DIANING SARI