Pekerjaan "Fixer" Butuh Keberanian dan Jaringan

KOMPASfemale
KOMPASfemale
Pekerjaan "Fixer" Butuh Keberanian dan Jaringan
Nov 7th 2011, 14:13

KOMPAS.com - Semakin luas jaringan, pilihan pekerjaan semakin beragam. Satu di antaranya, pekerjaan sebagai fixer yang menantang dan mengandalkan jaringan. Untuk menjadi fixer, dibutuhkan keberanian menantang diri, termasuk untuk siap melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Indonesia, mendampingi rekan kerja dari media asing. Selain tentunya, memiliki kompetensi, tanggung jawab, serta komitmen tinggi terhadap pekerjaan tanpa keterikatan ini.

Pekerjaan fixer mulai populer di Indonesia sejak 1998, saat media asing mulai mengirim jurnalis untuk meliput berbagai berita dan peristiwa di Indonesia. Kebanyakan, jurnalis asing ini meliput berita dan peristiwa di daerah konflik. Kehadiran fixer dibutuhkan, sebagai pendamping para peliput berita dari berbagai negara, untuk membantu pekerjaan mereka.

Kini, fixer dibutuhkan tak hanya di daerah konflik. Peliputan media asing tentang budaya Indonesia juga membutuhkan fixer sebagai pekerja lokal yang menjalankan pekerjaan jurnalis, riset, sekaligus juga komunikator yang baik untuk menjembatani jurnalis asing dengan orang lokal.

Kebanyakan, fixer dibutuhkan media televisi asing. Meski tak sedikit juga fixer yang juga bekerja dengan fotografer asing atau media cetak.

Nina Masjhur (50), perempuan asal Sumatera Barat keturunan Bugis ini, memilih pekerjaan fixer yang dinilainya menantang dan mengandalkan jaringan serta kepercayaan. Nina dipercaya media televisi asal Jerman untuk memproduksi tayangan dokumenter tentang budaya di Indonesia. Perjalanan terlama Nina sebagai fixer dilakukannya selama satu bulan menelusuri Sumatera untuk memproduksi tayangan tentang budaya di Indonesia.

Menurut Nina, fixer di Indonesia seringkali bekerjasama dengan media asing asal Eropa, Amerika Serikat, Jepang, China, baik dari televisi, radio, juga media cetak.

Profesionalitas dalam bekerja, yang didapatkan dari tanggung jawab tinggi terhadap pekerjaan, juga komitmen, menghasilkan kepercayaan. Kepercayaan inilah yang menjadi kunci keberhasilan seorang fixer untuk menjalin relasi dan membangun jejaring lebih luas dengan pekerja media dari berbagai negara. Dengan jajaring luas inilah, seorang fixer dapat mendapatkan kesempatan bekerjasama lebih sering dengan media asing.

"Fixer itu pekerjaan untuk orang yang tidak mau terikat tapi komitmen terhadap pekerjaan. Juga orang yang mau tantangan dan mampu melakukan kerja jurnalistik. Fixer harus profesional, tak hanya bisa berbahasa Inggris namun juga bisa berkomunikasi. Punya keinginan untuk mendengarkan orang lain, tangguh, disiplin, punya kepribadian, dan tanggung jawab pekerjaan," tutur Nina kepada Kompas Female, menjelaskan karakter yang harus dimiliki seorang fixer.

Kompetensi dan jaringan yang dimiliki menentukan karier seorang fixer. Karena melalui rekomendasi dari jaringan yang sudah dibangun itulah, fixer mendapatkan peluang bekerjasama dengan berbagai media asing.

Lantaran bekerja dengan media asing, penghasilan fixer juga dihargai dalam mata uang dolar (USD). Meski tak mendapatkan penghasilan rutin bulanan seperti karyawan kantoran, pendapatan fixer dari beberapa hari menjalani pekerjaan, bisa menghidupi hingga beberapa bulan ke depan. Tentunya, dibutuhkan manajemen keuangan personal yang baik untuk mengelola penghasilan tak rutin ini.

"Seorang fixer rata-rata berpenghasilan 100-450 dolar per hari. Ini tergantung media, dan kesepakatan atau penawaran dari tahap awal," jelas Nina, menambahkan jam terbang seorang fixer juga memengaruhi jumlah penghasilan per harinya.

Seorang fixer bisa dikatakan sukses jika namanya dikenal dan dipercaya media asing untuk menunjang pekerjaan jurnalisnya selama bertugas di Indonesia. Karenanya jaringan menjadi penting dan menentukan keberhasilan seorang fixer.

"Ketika media asing membutuhkan fixer, dan satu nama itu disebut atau direkomendasikan, artinya fixer tersebut terpercaya dan memiliki kompetensi yang bisa diandalkan, dan bisa dikatakan sukses sebagai fixer," lanjutnya. Indonesia tak punya dana Kemampuan fixer di Indonesia sama andalnya dengan jurnalis asing yang menjadi rekan kerja selama menjalani pekerjaan di Indonesia. Hanya saja, butuh biaya besar untuk menjalani pekerjaan yang dilakukan jurnalis asing tersebut di Indonesia. Dan media asing memiliki modal yang lebih besar untuk melakukan riset atau pembuatan film dokumenter tentang isu budaya misalnya.

"Sebenarnya, Indonesia memiliki skill yang banyak dan berkualitas untuk membuat film dokumenter tentang budaya di Indonesia seperti yang dilakukan media asing. Hanya memang membutuhkan dana yang besar, dan itulah yang membuat Indonesia tidak bisa membuat sendiri," tandasnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post