The Geography of Bliss: Mencari Kebahagiaan

Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
The Geography of Bliss: Mencari Kebahagiaan
Jan 15th 2012, 10:06

Minggu, 15 Januari 2012 | 16:36 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Di manakah kebahagiaan berada? Mungkin di surga. Tapi, jika mencari kebahagiaan di bumi, jawabannya bisa beragam. Orang yang tinggal di negara berkembang, seperti Indonesia, mungkin berpikir surga itu ada di negara-negara Skandinavia. Di sana pekerjaan mudah diperoleh, gaji tinggi, tingkat kriminalitas minim, serta negara menjamin pendidikan dan kesehatan. Tapi, kenapa angka kasus bunuh diri di sana tinggi?

Orang yang tinggal di negara amat dingin, seperti Rusia, mungkin berpikir bahwa Bali, yang kaya matahari serta pantai berair hangat sepanjang tahun, adalah surga. Tapi kita mungkin akan mendapat jawaban berbeda saat bertanya kepada penduduk pulau itu.

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itulah Eric Weiner--jurnalis asal Amerika Serikat--mengajak temannya, Drew, berjalan keliling dunia demi mencari kebahagiaan. Perjalanan mereka itu kemudian dituliskan ke dalam buku The Geography of Bliss. Ini bukan buku travel, jadi jangan berharap akan menemukan tempat-tempat indah laksana surga.

Ada 10 negara yang dia tuliskan. Pertama, dia mengunjungi Belanda. Di sana dia mengisap mariyuana dan pergi ke kawasan prostitusi. Tapi sasaran utama mereka di Belanda adalah Ruut Veenhoven, seorang profesor yang mengelola sesuatu yang disebut World Database of Happiness. Weiner menyebut Veenhoven sebagai Bapak Riset Kebahagiaan.

Dari sanalah Weiner mendapatkan data penting soal kebahagiaan di seluruh dunia. Tapi jangan khawatir, ini akan menjadi kajian data dan filsafat. Tidak ada yang pelik di sini. Semua disajikan dengan ringan dan jenaka. Weiner adalah seorang penggerutu dan terkadang sinis. Ini membuat buku itu menghibur. Dia menuliskan banyak detail yang menarik sehingga buku ini kaya deskripsi. 

Dari Belanda, dia melompat ke Swiss, negara paling demokratis di dunia. Tapi di sana Weiner malah menemukan kebosanan. Negara itu terlalu tertata dan tidak ada kegilaan yang membuat adrenalin terpacu. Dia kemudian melompat ke Bhutan, negara di kaki Himalaya yang dianggap sebagai The Last Shangri-La, atau surga terakhir.

Setelah bertemu dengan sejumlah "kebajikan", Weiner terbang ke Qatar, negeri yang dikaruniai begitu banyak uang dari minyak, sehingga penduduknya kaya mendadak. Apa pun bisa mereka beli, termasuk klub-klub sepak bola di Eropa. Lalu, apakah dengan uang itu mereka bisa membeli kebahagiaan? Perjalanan terus berlangsung ke Islandia, Moldova, Thailand, Inggris, India, dan Amerika Serikat.

Setelah menempuh puluhan ribu kilometer, setelah mengalami berbagai kejadian lucu dan menegangkan, Weiner memiliki kesimpulan yang dia tulis di bab Epilog. Pertanyaannya kemudian bukan lagi di mana kebahagiaan berada, melainkan bagaimana orang-orang di berbagai negara itu bisa bahagia dengan cara yang berbeda-beda. 

Lalu, apakah Weiner bahagia dan menemukan kebahagiaan? Kalau menuruti penulis Eric Hoffer, Weiner seharusnya tidak berbahagia. Menurut Hoffer, "Pencarian kebahagiaan adalah salah satu sumber ketidakbahagiaan." 

QARIS TAJUDIN 

**

Judul: The Geography of Bliss Penulis: Eric Weiner Penerbit (edisi Indonesia): Qanita Cetakan I: November 2011

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post