KOMPAS.com - Kekerasan psikis yang kerap dialami perempuan, juga disumbangkan oleh kekerasan verbal. Tak sedikit perempuan yang mengalami kekerasan verbal di berbagai sisi siklus kehidupannya. Mulai sejak anak-anak hingga tumbuh dewasa bahkan ketika perempuan terjun ke dunia kerja. Puteri Indonesia Intelegensia 2011, Putri Ayudya (23) mengakui kekerasan verbal kerap ditemuinya di dunia kerja.
"Kekerasan verbal terhadap perempuan banyak ditemui di dunia kerja. Anggapan yang meremehkan seperti 'perempuan bisa apa?' dan berbagai ucapan yang sifatnya meremehkan merupakan bentuk kekerasan verbal, yang disadari atau tidak dialami oleh banyak orang," jelas perempuan yang akrab disapa Ayu kepada sejumlah media seusai jumpa pers kampanye stop kekerasan bertema "Nyatakan Sekarang Stop Kekerasan Terhadap Perempuan", di Jakarta.
Menurut Ayu, perempuan tak bisa tinggal diam jika mengalami kekerasan verbal kapan dan di mana saja. "Perempuan harus melawan karena tidak sepantasnya perempuan menerima kekerasan," tegas perempuan yang mendirikan komunitas teater TekoUI lima tahun silam ini.
Cara melawan kekerasan bisa beragam. Ayu sendiri memilih tak berkonfrontasi, namun melakukan aksi yang menunjukkan kepeduliannya untuk melakukan penyadaran publik. Salah satunya melalui berbagai pertunjukkan seni teater melalui TekoUI dan terlibat dalam berbagai kegiatan dengan tujuan yang sama. Untuk kali pertama, Ayu mendapat kepercayaan dari Yayasan PULIH menjadi Sahabat, sebutan untuk ambassador kampanye stop kekerasan melalui gerakan5jari di media sosial juga rangkaian workshop di Jakarta.
Ayu memaparkan, kekerasan verbal dapat berwujud pandangan negatif terhadap perempuan yang kemudian diungkapkan melalui ucapan juga komentar. Salah satunya anggapan miring mengenai pemilihan kecantikan, yang dianggap bentuk eksploitasi tubuh perempuan, tanpa melihatnya dari sudut pandang lain yang justru memberdayakan perempuan muda. Salah satu bentuk kekerasan verbalnya adalah pernyataan bahwa Puteri Indonesia terperangkap dalam body image semata.
Perempuan yang mewakili DKI Jakarta 2 dalam Pemilihan Puteri Indonesia 2011 ini berpendapat ajang kecantikan termasuk pemilihan Puteri Indonesia, punya dampak positif bagi pengembangan karakter perempuan muda. Selama mengikuti pemilihan, Ayu mengaku mendapatkan berbagai pengalaman dan pengetahuan, bukan sekadar untuk mempercantik diri dan penampilan, namun juga keterampilan lain yang membantu perempuan mengembangkan potensi dirinya. Sebut saja pengetahuan public speaking, psikologi, yang dapat membuat perempuan muda lebih kenal dirinya, potensinya, dan memiliki penghargaan lebih atas dirinya sendiri.
Meski cibiran kerap diterimanya, Ayu tak menanggapi jika memang pihak yang mencibir hanya sekadar berkomentar dan tak meminta penjelasan. "Jika mereka sekadar berkomentar negatif tentang Puteri Indonesia, tak perlu ditanggapi. Namun jika mereka meminta penjelasan, saya siap menjelaskan. Saya lebih suka menunjukkan melalui tindakan melalui kegiatan yang memberikan pemahaman lebih baik bagi orang lain," jelasnya.
Melakukan kegiatan dan aksi nyata menjadi cara Ayu melawan kekerasan verbal yang juga pernah diterimanya, terkait perannya sebagai salah satu ikon kecantikan. Ia merealisasikannya dengan bersuara melalui pertunjukkan teater yang mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan. Melalui gerakan sosial seperti ini, Ayu mendorong perempuan lain untuk lebih menghargai diri dengan berani berbicara terbuka untuk melawan kekerasan verbal yang diterimanya. Tentunya melalui berbagai cara yang dianggap tepat dan bisa dilakukannya.
"Mata rantai kekerasan verbal harus diputuskan. Hanya saja banyak perempuan yang takut atau malas bicara. Sikap seperti ini tak menyelesaikan masalah. Perempuan harus lebih peduli," tandas presenter program petualangan di televisi swasta ini.