AGNES ARISTIARINI
Namanya Holly Golightly. Ritual pagi perempuan muda pujaan para pria di New York, Amerika Serikat, itu adalah turun dari taksi dengan kopi di gelas kertas dan roti croissant, lalu menikmati sarapan sambil memandangi etalase toko perhiasan Tiffany's.
Diperankan oleh Audrey Hepburn, kisah Holly menjadi legendaris dalam film komedi romantis Breakfast at Tiffany's (1961). "Moon River", lagu dalam film yang diciptakan khusus untuk suara Audrey yang pas-pasan juga menjadi lagu klasik yang abadi.
Tidak jelas memang, mana yang lebih penting bagi Holly, sarapan atau menumpuk harapan menjadi perempuan kaya bertabur perhiasan indah yang dipajang di etalase Tiffany's. Yang tampak pasti adalah Holly tidak pernah melewatkan sarapannya.
Hasil penelitian menunjukkan, sarapan secara teratur adalah rahasia agar badan tetap sehat. Dr Mark Pereira dan kawan-kawan dari Harvard Medical School, AS, menyimpulkan bahwa melewatkan sarapan meningkatkan risiko kegemukan, berkembangnya diabetes, dan bahkan terkena serangan jantung.
Kesimpulan itu ditarik dari kebiasaan makan 1.198 responden berkulit hitam dan 1.633 responden berkulit putih. Total 47 persen orang kulit putih dan 22 persen yang berkulit hitam makan setiap pagi. Ternyata mereka yang menyantap sarapan setiap hari, tiga kali lebih rendah kemungkinan menjadi gemuk dibandingkan yang tidak sarapan.
Seperti yang dikutip BBC News, mereka yang sarapan juga setengah berisiko dibanding yang tidak sarapan dalam hal peningkatan gula darah dan kolesterol yang memicu risiko serangan jantung. Orang yang sarapan juga jarang merasa kelaparan sepanjang hari sehingga terhindar dari kemungkinan makan terlalu banyak. Inilah yang membuat mereka sehat dan tidak berisiko menjadi gemuk.
Terjawab dari otak
Hasil pemindaian otak pada 21 responden yang dilakukan di Imperial College London, Inggris, memberikan jawaban, mengapa semua ini terjadi. Dalam presentasi di konferensi NeuroScience 2012 dijelaskan, awalnya adalah dengan tidak memberi responden sarapan sehari sebelum pemindaian. Lalu pada hari yang berbeda mereka mendapat sarapan dalam porsi besar, 730 kalori, satu setengah jam sebelum pemindaian.
Ternyata melewatkan sarapan membuat otak menjadi "bias" dalam menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh. Saat dipindai tampaklah bagaimana otak lebih bereaksi terhadap gambar makanan yang tinggi kalori dibandingkan gambar makanan rendah kalori, begitu mereka tidak sarapan.
Otak yang terlibat dalam urusan makanan kemungkinan adalah orbitofrontal cortex, yang menjadi lebih aktif pada saat perut kosong. Begitu para peneliti menawarkan makan siang pada akhir pengamatan, responden menjadi lebih banyak makan bila tidak sarapan. Tampaknya puasa membuat orang lebih lapar sehingga meningkatkan selera dan jumlah makanan yang berkalori tinggi.
"Akibatnya, orang justru akan semakin gemuk bila dia ingin langsing dengan cara tidak sarapan," kata Dr Tony Goldstone dari Imperial College London.
Sebelumnya, penelitian pada 6.000 murid sekolah yang dilakukan oleh Toronto Foundation for Student Success menunjukkan, murid-murid yang sarapan punya nilai lebih baik dalam pelajaran dan lebih berpotensi untuk lulus sekolah.
Dengan demikian, kalau ingin tetap sehat, langsing, bisa berpikir jernih, dan waspada dalam setiap situasi, Anda harus sarapan.
Asal usul sarapan
Meskipun makan merupakan kebutuhan dasar manusia, ternyata kebiasaan sarapan tidak berjalan seiring tumbuhnya peradaban. Bangsa Romawi, misalnya, hanya makan sekali sehari pada siang hari. Menurut ahli sejarah makanan, Caroline Yeldham, bangsa Romawi percaya bahwa mereka lebih sehat bila tidak terlalu sering makan.
"Mereka terobsesi dengan pencernaan. Makan lebih dari sekali sehari berarti rakus dan akan berdampak buruk panjang pada kesehatan," kata Yeldham.
Pada Abad Pertengahan, kebiasaan makan banyak dipengaruhi kehidupan dalam biara. Tidak boleh makan apa pun sebelum mengikuti misa pagi dan daging hanya boleh dimakan setengah dari total hari dalam setahun. "Tampaknya kata breakfast masuk dalam kosakata bahasa Inggris pada zaman ini, yang arti harfiahnya adalah mematahkan (break) puasa (fast) malam sebelumnya," kata sejarawan makanan lainnya, Ivan Day.
Baru pada abad ke-17, berbagai kalangan sosial memulai harinya dengan sarapan. Setelah periode restorasi yang dilakukan Charles II di Inggris, kopi, teh, dan makanan seperti daging asap dan telur goreng orak-arik muncul di meja makan orang-orang kaya. Bahkan, pada akhir tahun 1740-an, ruang khusus untuk sarapan selalu ada di rumah para bangsawan.
Ketika revolusi industri terjadi pada pertengahan abad ke-19, jam kerja menjadi teratur. Karena itu, para buruh perlu makan sebelum berangkat kerja untuk mendukung stamina mereka di pabrik, termasuk pimpinannya.
Sarapan sekarang
Di kota-kota besar saat ini, ketika kemacetan semakin panjang sehingga orang harus berangkat lebih pagi ke tempat bekerja dan sekolah, sarapan menjadi hal yang paling sering dikorbankan. Ada yang tidak sempat sarapan sama sekali, mengisi perut asal-asalan, atau membawa bekal dan baru menyantapnya setiba di tujuan.
Sarapan apa yang sehat di tengah ketergesaan yang begitu pekat? Sereal dari biji-bijian utuh ternyata menurunkan risiko seseorang terkena tekanan darah tinggi. Penelitian tahun 2011 terhadap 13.368 dokter pria, seperti yang dikutip Breakfast Research & Statistics menunjukkan, mereka yang makan sereal dari biji-bijian utuh risiko hipertensi turun 20 persen.
Penelitian di University of Missouri, AS, menemukan, telur juga sangat baik untuk sarapan. Kadar protein telur yang tinggi membuat perut terasa penuh sehingga membantu mengontrol rasa lapar dan makan lebih sedikit saat makan siang dan malam.
Maka, Pennington Biomedical Research Center justru menyarankan menyantap dua telur saat sarapan bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan. Mau dicoba?