Jakarta, Kompas - Pemberlakuan sistem jaminan kesehatan semesta mulai 2014 membutuhkan penempatan tenaga kesehatan merata di seluruh Indonesia. Kenyataannya, hingga kini banyak daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan, ataupun daerah-daerah dengan permasalahan kesehatan, kekurangan tenaga kesehatan. Dana jaminan kesehatan yang tersedia terancam tak termanfaatkan.
Kepala Subbidang Distribusi Sumber Daya Manusia Kesehatan, Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Magdalena Medyawinata, di Jakarta, Rabu (31/10), mengatakan, terjadi maladistribusi pada penempatan tenaga kesehatan di daerah bermasalah. Politisasi tenaga kesehatan, kolusi, kurangnya kontrol, dan dukungan pemerintah daerah terhadap mereka memperunyam masalah.
Banyak tenaga kesehatan pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan tak sesuai kebutuhan daerah ataupun karakter tenaga kesehatan yang ada sehingga tidak efisien. Ada dokter PTT yang hanya menangani 3-4 pasien per hari. Kondisi serupa dialami dokter spesialis.
Di sisi lain, penempatan petugas kesehatan di daerah dengan kondisi geografis ekstrem, seperti pegunungan atau pulau-pulau kecil, aturannya masih sama dengan daerah yang aksesnya mudah. Padahal, kebutuhan dan tantangan jauh berbeda. Akibatnya, mereka yang bertugas di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan sering kali harus menanggung biaya operasional sendiri.
Penempatan dokter spesialis di daerah tertinggal juga sulit. Gaji tinggi tidak menjamin mereka betah jika sarana prasarana dan tenaga pendukung tak memadai. Misalnya, untuk menjalankan fungsi dokter bedah perlu dokter anestesi. Namun, dokter anestesi tak ada sehingga operasi tak bisa dilakukan.
Robert Tedja Saputra dari Bidang Kerja Sama dan Kemitraan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia mengatakan, saat ini dokter spesialis penyakit dalam sudah ada di semua rumah sakit kabupaten. Jumlah dokter spesialis penyakit dalam di Indonesia sekitar 2.500 orang dengan pertambahan sekitar 150 orang per tahun.
Peneliti SDM Kesehatan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Andreasta Meliala, mengatakan, daerah khusus perlu dikelola dengan kebijakan berbeda, tidak disamaratakan dengan daerah yang akses dan kondisi geografisnya mudah. Kebijakan ini diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia yang juga memiliki daerah-daerah dengan layanan kesehatan kurang.
"Prinsipnya, layanan yang harus selalu ada, sementara tenaga kesehatan bisa berpindah-pindah," katanya. Seorang dokter bisa ditempatkan di satu kabupaten tertentu selama 1-2 tahun, tetapi ia dipindah-pindahkan ke sejumlah puskesmas yang ada, sesuai kebutuhan. Dokter dapat berasal dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, ataupun lembaga kesehatan yang berorientasi profit sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. (MZW)