KOMPAS.com - Paling tidak sudah 17 tahun terakhir, Heni Gumanti (35), secara cukup serius amat menggemari warna hijau. Berbagai barang yang dimilikinya tak luput dari warna ini, paling tidak mengandung aksen warna hijau. Sampai-sampai, di kantornya Heni kerap dijuluki Miss Green.
Julukan itu panggilan yang manis. Tak jarang pula teman-temannya kerap mengolok-oloknya karena kegemarannya yang fanatik terhadap warna hijau. "Itu (julukan Miss Green) masih mendingan, kadang dijulikin lontonglah, ulet keketlah," ujar Heni, yang juga sempat memakai softlens warna hijau.
Seniman Yapi Panda Abdiel Tambayong yang lebih dikenal sebagai Remy Sylado (67) juga "mengidap" kesenangan khusus pada warna putih. Warna yang menurut dia tampak bersih itu mendominasi seluruh interior dan barang di rumahnya di Jalan Cipinang Muara, Jakarta Timur.
Ketika hendak difoto, Remy pun buru-buru berganti pakaian, yang warna putih. "Tidak ada hubungannya dengan takhayul. Sekadar merasa senang. Ada kesenangan tiap kali melihat warna putih," kata Remy.
Seperti juga di rumah Remy, tembok kamar tidur di rumah Heni pun dipoles cat warna hijau. Serba hijau juga diwujudkannya di ruang kerjanya di kantor. Meja kerjanya dihiasi aneka pernik berwarna hijau, sarung ponsel Blackberry, mug, mobil mainan penghias meja, payung, tempat sampah, map, dan sebagainya. Berbagai gradasi warna hijau disenanginya, hijau lumut, hijau tua, hijau pupus, hijau tosca. Meja kerja Heni memang menjadi tampak segar dalam nuansa hijau.
Bahkan saat hendak membeli mobil pun, Heni mempertimbangkan warna sebagai prioritas utama. Dia membeli mobil dari suatu merek tertentu bukan karena teknologinya ataupun reputasi mereknya. Namun, karena merek mobil tersebut memiliki pilihan varian warna hijau. "Ini barang warna hijau termahal yang saya beli, he-he-he," ujar Heni.
Menyeluruh
Serupa dengan Heni, kesenangan Remy akan warna putih juga cenderung menyeluruh. Tak puas dengan tembok dan lantai warna putih, hiasan berupa patung-patung perempuan di rumah Remy juga berwarna putih. Lemari di sudut ruang tamunya dipenuhi gitar yang seluruhnya berwarna putih.
Remy bahkan punya satu lemari berisi koleksi kacamata yang seluruhnya warna putih. Kacamata beragam ukuran dari anak-anak hingga dewasa itu dikumpulkannya dari sejak tahun 1970-an.
Koleksi lainnya yang serba putih berupa arloji hingga hiasan batu. Remy antara lain memakai cincin batu giok warna putih, cincin batu kalimaya warna putih, dan batu jamrud warna putih. "Tidak sekaligus belinya, hasil perburuan panjang," tambahnya.
Kegemaran akan suatu warna tertentu kadang diikuti perilaku yang kerap mengundang senyum orang lain yang tak "mengidap" hal serupa. Remy, misalnya, pada suatu ketika bermimpi ingin memiliki kamera Leica warna putih. Butuh waktu lama hingga akhirnya impian itu terwujud. Secara kebetulan, Remy menemukan kamera merek Leica warna putih di sebuah toko kamera di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
Lain lagi dengan Heni. Teman-teman akrabnya yang sudah mafhum dengan kegemarannya akan warna hijau sering kali harus berhati-hati jika sedang memakai atau membawa barang warna hijau. "Saya lagi pakai tas warna hijau pun dia minta!" seru Lulu Zuhdiyya, salah seorang sahabatnya.
Tas hijau lumut yang "dirampas" dari sobatnya itu, Jumat (30/11/2012) lalu, dipakai Heni untuk ke kantor. Dia memadankannya dengan blus longgar berwarna hijau terang dan celana denim. "Saya merasa warna hijau itu teduh," kata Heni beralasan.
Tak jarang, Heni membeli sesuatu yang berwarna hijau walaupun pada akhirnya tak digunakan atau dikonsumsi. Misalnya saja saat berkumpul bersama teman, lalu ramai-ramai memesan minuman jus. Heni memesan jus yang berwarna hijau, namun akhirnya tak diminum karena lidahnya tak cocok dengan cita rasanya.
Tak sengaja
Kecintaan Remy pada warna putih dipupuk secara tidak sengaja. Awalnya, ia menggandrungi sepatu warna putih yang biasa dipakai Elvis Presley dan The Beatles pada tahun 1960-an. Agar selaras dengan sepatu putihnya, Remy lantas mulai mencari aksesori lain seperti ikat pinggang warna putih.
Rasa suka pada warna putih makin dipupuk ketika memperoleh hadiah pulpen parker putih.
Dimulai dari produk-produk fashion warna putih itulah akhirnya Remy terus berburu barang warna putih, seperti mobil hingga gantungan kunci mobil serba putih. "Sekarang malah dapat rambut warna putih," ujar Remy sambil tertawa.
Heni sendiri tak dapat memahami secara pasti awal dirinya begitu menggandrungi warna hijau. "Saya mengira, mungkin karena sejak kecil terbiasa terpapar warna hijau karena ayah saya ABRI, angkatan darat, ha-ha-ha," ujarnya tergelak.
Baik bagi Heni maupun Remy, warna yang difavoritkan sudah menjadi semacam identitas diri. Heni bahkan memakai nama "Heni Green" untuk keterangan profil di ponsel Blackberry Messenger. Remy merasa lebih nyaman jika bepergian dengan pakaian serba putih.
Meskipun menggilai warna putih, nyatanya Remy tetap menggandrungi aneka ragam warna dalam berkarya. Ia antara lain menuangkan warna-warna mencolok dalam karya lukisannya yang ikut dipamerkan dalam peringatan 44 tahun Taman Ismail Marzuki.
Dua dari empat karya lukisannya segera terjual dalam pameran itu. Dalam lukisannya, Remy memoleskan warna merah darah, hijau daun, hingga hitam kelam.
"Ini semacam kompensasi dari warna putih. Hidup saya sejatinya sangat berwarna, tak melulu hanya putih," kata Remy, si seniman multitalenta ini.
Warna sebagai metafora sikap
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada, Koentjoro, mencermati, fanatisme seseorang terhadap suatu warna tertentu, secara tak sadar bisa jadi merupakan metafora sikap seseorang terhadap suatu nilai-nilai tertentu yang diwakili dari suatu warna.
Warna sendiri, seperti banyak dipahami orang, bisa merefleksikan berbagai macam makna. Seperti hijau merefleksikan keteduhan, biru berarti ketenangan, atau merah yang menggambarkan keberanian, atau putih yang mewakili kesucian atau kepolosan.
Menurut Koentjoro, kegandrungan orang pada suatu warna tertentu boleh jadi cenderung hanya diidap oleh orang urban di perkotaan. Sementara orang di pedesaan cenderung tidak terlalu memedulikan warna dalam kehidupan sehari-hari. "Lebih ke gaya hidup orang urban," kata Koentjoro.
Bahkan di masyarakat tertentu, akurasi warna tidaklah menjadi soal penting. "Di Madura misalnya, masyarakat menyebut biru sebagai hijau. Jadi kalau maksudnya biru, mereka akan bilang sebagai hijau langit," kata Koentjoro.
(Sarie Febriane/Mawar Kusuma)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini