Tanya:
Saya dan kekasih telah menjalin hubungan selama satu tahun tiga bulan. Ia sudah menyatakan keseriusannya untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun, ibunya masih meragukan kemampuan finansial kami, karena saat ini saya masih menjadi karyawan kontrak. Sedangkan kekasih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tentangan juga datang dari keluarga saya. Banyak yang menyarankan saya untuk berpikir ulang sebelum memutuskan menikah dengannya.
Saya memaklumi, keluarga tentu menginginkan yang terbaik untuk saya, tapi kami sudah saling mencintai. Hingga saat ini kami tak punya keraguan untuk memulai hidup bersama. Bagaimana harus menyakinkan keluarga masing-masing, bahwa kami mampu menjalaninya berdua? (Maya, Jakarta)
Jawab:
Pada dasarnya menikah adalah kebutuhan seseorang. Tidak bisa dihalangi atau pun dihambat oleh siapa pun. Namun alangkah bijak, apabila keputusan untuk menikah sudah melalui perencanaan yang matang. Masalah keuangan akan timbul jika pengeluaran lebih besar dari penghasilan.
Tugas Anda kini merinci apa saja kebutuhan pokok yang mesti dipenuhi saat berkeluarga nantinya, mulai dari belanja bulanan, di mana akan tinggal, tagihan rumah tangga seperti biaya listrik, air, dan sebagainya.
Kemudian bandingkan dengan pendapatan berdua. Apakah pendapatan Anda dan pasangan dapat memenuhi kebutuhan bersama? Apakah masih memungkinkan menabung untuk hal tak terduga?
Bila sudah mantap hati untuk menikah dengan kondisi keuangan pas-pasangan, Anda berdua mesti berhemat dan menunda beberapa rencana, misalnya saja memiliki anak. Sebab kebutuhan akan meningkat pesat.
Namun rencana ini tentu akan terealisasi sejalan dengan perkembangan finansial keluarga. Hal ini yang harus disampaikan pada keluarga.
Yakinkan mereka, bahwa Anda berdua sudah memiliki bayangan akan seperti apa kehidupan rumah tangga kelak. Saya yakin dengan keseriusan dan niat baik, keluarga akan menyetujuinya. Percayalah!
(Majalah Chic/Sani B Hermawan, Direktur Lembaga Konsultasi Daya Insani)
Editor :
wawa