Kain Tradisional: Nyaman, Modern, dan Tetap Indonesia

Cantik dan Gaya - Kompas
http://4skripsi.blogspot.com/
Kain Tradisional: Nyaman, Modern, dan Tetap Indonesia
Jan 5th 2013, 17:44

KOMPAS.com - Kain Indonesia menjadi sumber inspirasi yang tak habis digali. Ia memberi identitas dan kekuatan. Di tengah dunia yang bergerak cepat, kain warisan budaya ini hadir dalam desain yang praktis dan nyaman.  

Didiet Maulana, Dian Pelangi, Nita Azhar, dan Lenny Agustin adalah sebagian perancang mode yang berupaya agar kain Indonesia jadi tuan rumah di negeri sendiri. Pada saat yang sama, konsumen mode di negeri ini tak lepas dari paparan tren mode dunia.

Karena itu, para perancang ini tidak sekadar mengajak konsumen membaca makna pada selembar kain Indonesia. Mereka pun dituntut menjelmakan kain itu menjadi busana yang nyaman untuk beraktivitas sehari-hari.

Inspirasi dari warisan budaya Indonesia, misalnya, didapat Didiet Maulana bukan hanya dari corak khas kain masing-masing daerah, melainkan juga siluet busana khas daerah. Dari beragam jenis kain Indonesia, Didiet memfokuskan diri pada tenun.

Karakter tenun yang berbeda antara satu daerah dan daerah lain juga memengaruhi garis desain perancang yang mengusung label Ikat Indonesia ini. Dari Jepara dan Bali, Didiet menemukan tenun bermaterial katun yang sangat sesuai untuk pakaian sehari-hari.

"Desainnya bisa lebih tailored (disesuaikan dengan bentuk tubuh) karena bahannya lebih tahan tegangan," ujar Didiet.

Dengan tenun sutra dari Sulawesi Selatan, ia membuat potongan baju lebih longgar karena bahan yang lebih rentan tegangan.

Didiet juga merasa tak perlu selalu mengacu pada tren mode dunia. Di matanya, Indonesia begitu kaya dengan struktur teknik potong dan beragam siluet. "Saya pilih mengadopsi siluet busana tradisional, misalnya baju bodo Sulawesi untuk koleksi Mentari 2013. Ketika dunia marak dan heboh dengan siluet longgar, bangsa ini sudah ratusan tahun mengenalnya, contohnya baju bodo," ujarnya.

Ditambah padu padan bahan dan aksen, inspirasi dari baju khas daerah ini menjelma jadi baju berpotongan modern, nyaman dipakai, tanpa kehilangan identitas budaya.

Jumputan dan batik
Sementara Dian Pelangi menghadirkan desain busana muslim dengan kain Indonesia yang berwajah internasional. Menurut perancang yang banyak berkreasi dengan jumputan ini, kain Indonesia tidak hanya bisa dikemas menjadi tren di dalam negeri. Beberapa label mode dunia bahkan mulai mengadopsi corak jumputan, tetapi membuatnya dengan cetak.

Gemas dengan itu, Dian berharap kain jumputan Indonesia—yang dibuat dengan celup ikat—bisa mendunia. Dari sejumlah pergelaran di luar negeri, Dian membuktikan, karyanya yang berbahan jumputan begitu diminati, bahkan oleh konsumen yang tak berbusana muslim.

Dengan buatan tangan tentu tak bisa dihasilkan kain jumputan yang motifnya persis sama walaupun berkarakter sama. Keunikan itu ternyata juga bisa dihargai konsumen mode di luar negeri dengan penjelasan yang tepat.

"Wajah" internasional, antara lain, dituangkan Dian pada koleksi terbarunya yang menampilkan motif jumputan "berbau" Afrika. Pewarnaan dan payet pun dibuat khusus untuk memperkuat cita rasa itu. Pilihan warna, seperti terakota, merah marun, dan hijau emerald, ditabrakkan dengan oranye mencolok, tetapi juga berpadu dengan warna netral.

Dalam desain busana muslim, Dian juga memberi ruang padu padan bagi konsumen."Saya enggak lagi banyak mendesain satu setelan baju, tetapi per potong, untuk dipadu-padan sendiri," ujar pemilik label Dian Pelangi dan DP by Dian ini.

Nita Azhar, perancang yang tinggal di Yogyakarta, menawarkan cara lain. Sebagai perancang, pemilik label Batik Soga ini lebih banyak mendesain kain panjang batik. "Saya paling tidak ingin memotong kain panjang batik. Jadi, kalau memang dimaksudkan untuk baju, dari awal kain batiknya sudah saya desain berpola sebagai baju."

Dalam berbagai pergelaran di luar negeri, Nita lebih banyak menampilkan kain panjang batik sekaligus memberi tips cara pakainya. Kain-kain itu, misalnya, diikat, dililit, atau jadi menyerupai gaun malam dengan sematan dan draperi.

Tradisi Jawa kental dalam karya batik Nita. Selain mengembangkan motif asli batik, ia juga mengadopsi unsur tradisi Jawa lain, seperti wayang, menjadi motif batik. Meski begitu, Nita juga mulai menggali potensi dari luar Jawa. "Saya mulai dengan motif cual dari Bangka Belitung. Kain dasarnya tenun putih, kemudian dibatik bermotif cual," ujar perancang yang sedang mempersiapkan pergelaran di Meksiko dan Jepang pada 2013 ini.

Futuristik
Tak sedikit konsumen mode Indonesia terpapar tren mode dunia. Fenomena itu dirasakan Lenny Agustin. Ia pun menyiasati hal ini. Lenny menggunakan kain Indonesia dan mengadopsi tren melalui teknik pengerjaan busana, antara lain dengan origami.

Ia memperlakukan kain dengan seni melipat kertas khas Jepang itu. Kain Indonesia, seperti jumputan atau tenun, dilipat-lipat membentuk baju, misalnya rok pensil. Bisa juga jadi bagian baju, seperti lengan, atau sebatas aplikasi. Ia tak memotong kain berdasarkan gambar pola.

Meski begitu, Lenny juga tetap terinspirasi siluet busana daerah di Indonesia, seperti baju kurung dan kebaya. Uniknya, siluet kebaya dengan teknik origami, misalnya, berubah jadi blus yang menggantung di perut.

"Saya melihat tren dunia sekarang seperti gandrung untuk balik ke masa lalu, tetapi juga memasukkan unsur teknologi masa kini. Jadi vintage tetapi futuristik," ujar Lenny. Gaya lawas tetapi futuristik itu, antara lain, terlihat pada lengan gembung. Dulu lengan gembung dibuat dengan kerutan, kini Lenny membuatnya dengan origami.

Terbukti kain Indonesia memang bisa hadir dalam ritme kehidupan modern, baik dengan tampilan klasik maupun mutakhir.

(Nur Hidayati)

Sumber: Kompas Cetak

Editor :

Dini

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post