KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, warga India sempat dirundung duka karena terjadinya kasus perkosaan perempuan oleh enam pria. Kejadian ini terjadi pada 16 Desember 2012 lalu ketika perempuan yang masih kuliah ini dalam perjalanan pulang setelah nonton. Tragisnya, tak hanya diperkosa, keenam pria ini juga menganiaya mahasiswi dan teman prianya. Setelah dianiaya, tubuh keduanya pun dilempar keluar bus.
Karena lukanya yang parah di bagian badan dan otak, mahasiswi India ini pun meninggal dunia hari Sabtu (29/12/2012) lalu di RS Mount Elizabeth, Singapura.
Kejadian ini pun memicu protes dari warga New Delhi, khususnya para perempuan. Kasus mengenaskan ini menimbulkan rasa tak aman saat melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mengantisipasi berbagai kejadian yang tak diinginkan ini, ratusan perempuan India pun semakin waspada dan fokus untuk melindungi dirinya. Sebagian besar perempuan ini mulai bergabung dalam kelas bela diri dan mengajukan lisensi memegang senjata api. Bahkan kini kursus-kursus bela diri di India sudah meningkat 20 persen.
Sejak kasus perkosaan ini merebak, lebih dari 1200 perempuan sudah mencari informasi tentang permohonan ijin senjata, dan 274 di antaranya sudah mengajukan permohonan kepemilikan senjata. Seperti dilansir dari situs berita Rusia RT.com, perempuan yang mengajukan ijin ini tidak hanya perempuan bekerja saja, tapi juga perempuan yang masih kuliah dan orang tua yang memiliki anak perempuan. Faktanya, para orang tua yang punya anak perempuan juga hidup dalam ketakutan yang besar, sehingga mereka mempersenjatai anak-anak perempuannya dengan senjata api.
Sayangnya, ijin ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan. Indian National Association for Gun Rights mengungkapkan bahwa perempuan India masih mengalami banyak diskriminasi hak dibanding pria, termasuk dalam ijin kepemilikan senjata. Namun, benarkah senjata dan ilmu bela diri ini adalah jaminan bagi perempuan India bisa bebas dari kasus pemerkosaan dan kekerasan? Upaya ini hanyalah bagian dari usaha perlindungan diri sementara saja, karena harus ada hukum yang tegas mengatur hal ini dan pemberian sanksi tegas.
Sebenarnya kasus perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan bukan baru terjadi sekali di India. Meskipun UU KDRT di India yang ditetapkan tahun 2005 jelas-jelas mengatur tentang larangan segala bentuk kekerasan perempuan, perkosaan, penculikan, perdagangan perempuan dan anak perempuan, hal ini masih jadi masalah besar di negara berpenduduk terpadat ini.
"Perempuan dan anak perempuan terus dijual seperti barang, dipaksa menikah muda pada usia 10 tahun,dibakar hidup-hidup sebagai akibat dari sengketa mahar. Gadis muda juga dieksploitasi dan dipekerjakan sebagai budak," ungkap Gulshun Rehman, aktivis Save The Children (organisasi yang melindungi hak hidup anak-anak di dunia).
Tragisnya, kasus ini juga dilengkapi dengan ketidakpedulian aparat hukum di India. Masyarakat India yang berdemo pun tak hanya menuntut keadilan, tapi juga menyerukan hukum yang lebih efektif dan penegakan hukum untuk menjamin keamanan dan hak hidup perempuan di India.
Sumber: RT
Editor :
Hesti Pratiwi