Kompas.com - Mual muntah di awal kehamilan atau morning sickness adalah gejala yang wajar dialami sebagian besar ibu hamil. Tetapi perlu diwaspadai jika mual dan muntah berat masih berlanjut sampai trimester kedua kehamilan.
Mual dan muntah berat atau disebut hyperemesis gravidarum di trimester dua kehamilan bisa meningkatkan risiko preeklampsia atau keracunan kehamilan sampai 1,4 kali. Kondisi itu bisa membuat bayi lahir dengan berat rendah.
Wanita yang menderita hyperemesis gravidarum biasanya harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Dibanding dengan wanita yang tak menderita mual muntah hebat, mereka beresiko tiga kali lipat mengalami gangguan plasenta berupa plasenta terpisah dari dinding rahim.
Memang tak banyak wanita yang menderita mual dan muntah hebat sampai memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam penelitian yang dilakukan tim dari Swedia terhadap satu juta wanita, hanya 1,1 persen saja yang dirawat karena kondisi tersebut.
Hyperemesis gravidarum menjadi perhatian media internasional setelah Kate Middleton, the duchess of Cambridge, mendapat perawatan di rumah sakit selama 4 hari karena kondisi tersebut. Ia juga dikabarkan menjalani hipnoterapi untuk mengurangi gejala mual muntahnya.
Mual dan muntah yang parah bisa menyebabkan malnutrisi dan dehidrasi pada ibu hamil. Bahkan bisa juga menyebabkan bayi lahir prematur.
Menurut Marie Bolin, peneliti dari Swedia, hyperemsis gravidarum di trimester kedua kehamilan harus mendapat perhatian serius dari dokter.
Normalnya, gejala morning sickness akan menghilang di minggu 10-16 kehamilan. Mual dan muntah berat biasanya terjadi karena tingginya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) yang dibuat plasenta dan diproduksi di awal kehamilan.
Kadar hCG yang tinggi ditrimester kedua bisa mengindikasikan adanya pembentukan plasenta yang abnormal.