Tulisan ini tidak bermaksud menyatakan bahwa dalam kasus kematian mahasiswi Annisa Azward karena melompat dari mobil di daerah jalan layang Pasar Asemka-Pademangan sebagai kesalahannya. Bukan bermaksud pula menyimpulkan bahwa karena takut, ia kalut dan mengambil putusan pendek.
Tulisan ini dimaksudkan untuk membicarakan cara manusia membuat keputusan. Pembuatan keputusan adalah salah satu fungsi berpikir yang dapat dianggap sebagai kemampuan tertinggi. Fungsi berpikir lain adalah kemampuan membuat rencana dan introspeksi diri.
Membuat keputusan menjadi penting karena dalam kehidupan sehari-hari manusia menghadapi banyak sekali pilihan. Mulai dari memilih makanan apa untuk dimakan hingga keputusan memilih presiden pada tahun 2014 nanti.
Kemampuan mengambil keputusan telah menjadi perhatian sejak dulu dalam ilmu-ilmu otak (neurosains). Karena itu, ilmuwan otak Daniel Kahneman mendapatkan anugerah Nobel karena risetnya sejak tahun 1960-an perihal bagaimana manusia membuat keputusan. Kahneman tidak menerima Nobel Kedokteran, tetapi justru Nobel Ekonomi. Salah satu kesimpulan riset Kahneman adalah kegiatan ekonomi bukan kegiatan ekonomi belaka. Ketika manusia harus memilih, kegiatan itu menjadi kegiatan psikologis yang melibatkan otak.
Jika kita asumsikan lompatan Annisa dari angkot sebagai kegiatan psikologis, pertanyaan yang menyeruak: apakah keputusan itu keputusan rasional atau emosional? Jika menggunakan istilah Kahneman: apakah keputusan itu menggunakan sistem 1 (cepat, tanpa usaha, insting dan emosional) atau sistem 2 (lambat, usaha, rasional, dan penuh perhitungan).
Sistem 1
Jika sistem 1 yang bekerja, bagian otak bernama limbik yang mendominasi kinerja otak. Limbik dikelompokkan sebagai komponen "otak tua" (paleocortex). Ini bagian otak yang paling lama ada di otak manusia dan dimiliki semua makhluk dengan bentuk berbeda. Limbik dan batang otak kadang disebut reptilian-mammalian brain. Limbik diciptakan oleh Tuhan untuk membantu manusia merespons kejadian yang membutuhkan keputusan cepat.
Pada keadaan panik, limbik bekerja secepat kilat dan membombardir otak dengan sejumlah zat kimia agar otak siaga, napas memburu, denyut jantung bertambah cepat, otot mengeras, pupil mata membesar, dan kelenjar keringat melebar. Tubuh yang siaga menjadi kuat luar biasa dan siap menerjang lawan atau ambil langkah seribu.
Menurut teori Daniel Golleman (2004), jika sistem 1 bekerja, kemungkinan terjadi pembajakan terhadap pikiran rasional sangat besar. Saat ini terjadi "buta pikiran" akibat data kurang lengkap, bias, atau menyimpang. Padahal, harus diambil keputusan cepat.
Jika merujuk pemberitaan media massa (Kompas online, 11/2) bahwa Annisa salah naik mobil, sopir mengambil jalur pintas ke tujuan, sopir yang membawa Annisa ke RS Atmajaya, dan pernyataan polisi belum ditemukan indikasi kejahatan dari sopir, maka ada kemungkinan otak Annisa sedang bekerja menggunakan sistem 1.
Data mungkin bias (khawatir sopir akan memerkosa?), rute menyimpang (lewat jalur lain yang sepi?) dan adanya memori pemerkosaan di mobil umum seperti banyak kejadian sebelumnya, membuat otak emosional milik Annisa membajak otak rasionalnya.
Kecuali pada orang yang sangat terlatih dan piawai, seperti kurator lukisan yang diceritakan Malcolm Gladwell dalam bukunya Blink (2005), berpikir cepat memiliki efek dramatis yang disebut snap judgement. Ini hasil pengalaman bertahun-tahun yang diasah terus-menerus dan pengetahuan yang senantiasa diperbarui, hingga sistem berpikir cepat dapat menjelma menjadi kekuatan dahsyat yang bersumber dari alam bawah sadar (adaptive consciousness).
Sistem 2
Sistem 2 bekerja lambat, penuh usaha, analitis, dan rasional. Komponen otak yang bekerja adalah cortex prefrontal yang dikelompokkan sebagai neocortex (otak baru) karena secara evolusi komponen muncul belakangan pada primata, terutama manusia.
Dalam sistem ini, data dianalisis, dicocokkan dengan memori, dan dibuat kesimpulan logis. Karena urutan ini, prosesnya lambat dan lama.
Dengan tingkat akurasi dan presisi yang lebih baik, sistem berpikir 2 menjadi ciri manusia yang membuat pengambilan keputusan menjadi sesuatu yang rumit, tetapi umumnya tepat. Akurasi dan validitas data menjadi komponen penting. Kemudian analisis yang tajam dan kesimpulan yang pas.
Pada mereka yang terlatih dengan baik, sistem 2 dapat bekerja lebih cepat dari sistem 1 dengan akurasi dan presisi kesimpulan yang tepat. Ini yang oleh Gladwell disebut blink; thinking without thinking.
Apakah Annisa menggunakan sistem 2? Jika merangkai dari sejumlah berita dan cerita, kecil kemungkinan. Sistem transportasi dan keamanan penumpang yang buruk, kondisi yang terasa aneh dan memori pemerkosaan yang berkecamuk di pikiran, membuat otaknya tak bekerja baik dengan sistem 2.
Jadi, dalam kasus Annisa, meski ada faktor individual yang berperan, tak boleh diabaikan adanya sistem transportasi yang buruk dan keamanan Ibu Kota yang tak terjamin.
Neocortex adalah pusat pikiran rasional manusia. Bahkan, pusat kepribadian. Istilah evolusi bahwa manusia adalah Homo sapiens karena ada neocortex yang memungkinkan manusia menjadi logis, analitis, dan pembuat keputusan yang baik.
Menguasai dinamika kerja neocortex, teristimewa cortex prefrontal menjadi kunci keberhasilan manusia. Adagium bahwa cara berpikir seseorang menentukan keberhasilan hidup adalah benar. Dengan menata cara berpikir dengan baik, setiap tindakan akan di bawah kendali akal sehat.
Begitu pentingnya neocortex sampai-sampai Jenderal Sayidiman Suryohadiprojo, mantan Gubernur Lemhannas, pernah mensinyalir adanya perang neocortex pada abad ke-21. Perang ini terjadi tanpa menggunakan senjata, tank, rudal, dan sejenisnya, tetapi melalui indoktrinasi dan penguasaan atas pikiran manusia.
Berpikir sistem 2, menurut sejumlah riset neurosains, dapat membuat kesehatan lebih baik, kehidupan batin yang lebih tenang dan kesimpulan yang tepat. Inilah yang oleh filsuf Milan Kundera disebut sebagai the wisdom of slowness.
Taufiq Pasiak
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Sekretaris Jenderal Masyarakat Neurosains Indonesia