JAKARTA, KOMPAS.COM - Semua pihak diminta menaati kebijakan pemerintah terkait penggunaan dan pemasaran produk formula atau susu khusus bayi pengganti ASI untuk usia 0-1 tahun. Pemerintah telah menerbitkan PP No 33/2012 tentang ASI Ekslusif yang sejatinya menjadi panduan dan aturan main bagi semua pihak dalam penggunaan susu formula bagi bayi. Tetapi pada kenyataannya, pelanggaran terhadap PP ini masih saja banyak ditemukan.
Menurut Wakil Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, Nia Umar, pelanggaran merupakan suatu bukti bahwa komitmen berbagai pihak mulai dari industri, penyedia layanan kesehatan dan tenaga kesehatan seperti dokter, bidan atau perawat dalam menjalankan PP masih belum nyata.
"Kami masih melihat banyak sekali pelanggaran di beberapa fasilitas kesehatan. Kami masih menerima laporan terkait pemasaran produk pengganti ASI di beberapa Rumah Sakit dan kami sampai saat ini masih melihat acara-acara kegiatan dari beberapa tenaga kesehatan yang disponsori oleh industri formula," ujarnya.
Menurut Nia, salah satu penyebab hal itu adalah masih adanya celah dalam PP No.33/2012 terutama Pasal 21 ayat 2. "Masih ada celah dimana PP memperbolehkan tenaga kesehatan menerima bantuan dalam bentuk pelatihan, penelitian, pertemuan ilmiah dan seterusnya. Hal ini menimbulkan celah konflik kepentingan yang sangat besar dan ini sulit sekali dibatasi karena rambu-rambu yang ada tidaklah tegas," terangnya.
Nia juga mengakui, pihaknya sangat menyayangkan adanya pasal tersebut karena pada saat perancangannya, pihak AIMI sempat memberi masukan terkait hal ini. "Kami meminta jika pun diperbolehkan, harus dibatasi mana yang bisa diterima dan mana yang tidak. Misal, selama penelitian tidak berkaitan dengan topik gizi dan kesehatan anak usia 0-2 tahun. Namun sayangnya, di akhir-akhir masa mendekati pengesahan, kami sudah tidak dilibatkan dan masukan kami tidak bisa diterima," paparnya.
Bantuk lain dari adanya celah dalam pasal tersebut, lanjut Nia, misalnya adanya publikasi penelitian produk formula yang diperkaya dengan zat tertentu yang dibagikan di tempat layanan kesehatan . "Kompilasi berita tersebut dibuat seperti buku dan dibagikan di Rumah Sakit swasta untuk setiap ibu yang baru melahirkan. Menurut kami, ini adalah salah satu contoh dari masih banyak lagi celah yang bisa dipakai untuk memasarkan produk pengganti ASI," tambahnya.
Taati aturan
Mengomentari gencarnya industri dalam memasarkan produk susu formula di indonesia, Nia menilai hal itu sebenarnya tidak menjadi masalah apabila pihak industri menaati aturan main yang berlaku. Seperti diketahui, saat ini beberapa perusahaan susu dapat memasarkan lebih dari satu merek susu formula. Bahkan, ada salah satu perusahaan susu yang belum lama ini meluncurkan produk formula baru ketiganya di tanah air.
"Hampir semua produsen susu formula mempunyai lebih dari 2 brand. Ini dikarenakan memang tidak ada peraturan di Indonesia yang membatasi hal tersebut. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah bagi AIMI, asalkan mereka dalam memasarkan produknya taat pada kebijakan nasional yang berlaku dan Kode WHO," ungkapnya.
Ia juga mengharapkan pemerintah membuat aturan yang lebih tegas terkait pengaturan produk susu formula. "Pada prinsipnya kami melihat yang harus diatur adalah pemasarannya, terutama produk formula dari usia 0 sampai 2 tahun, sesuai dengan Kode WHO. Kami mengharapkan pemerintah dapat mengadopsi Kode WHO dalam bentuk UU seperti misalnya yang dilakukan Afrika Selatan di tahun lalu," ujarnya.