Kompas.com - Alergi bukan cuma dipengaruhi oleh riwayat keluarga karena setiap bayi memiliki risiko alergi sampai 15 persen. Karena itu deteksi dini dan tindakan pencegahan timbulnya gejala sangat penting diketahui.
Anak-anak yang lahir dari orangtua yang memiliki riwayat alergi, baik salah satu atau kedua orangtuanya, beresiko tinggi menderita alergi juga.
"Pada bayi yang termasuk beresiko tinggi itu perlu dilakukan tindakan pencegahan. Pencegahannya harus sangat dini atau terlambat sama sekali," kata Prof.Urlich Whan, pakar bidang Pneumonolgy dan Allergology dari Jerman dalam acara bertajuk Pencegahan Alergi Primer dan Dampak Ekonomi di Jakarta (19/3/13).
Urlich menjelaskan pentingnya pencegahan primer bahkan sebelum bayi lahir. "Ibu hamil, terlebih jika ada riwayat alergi, harus menghindari paparan asap rokok," katanya.
Asap rokok, menurut Dr.Zakiudin Munir, Sp.A(K), konsultan alergi dan imunologi dari FKUI/RSCM Jakarta, bisa merusak barier di plasenta.
"Selain itu asap rokok juga akan mengganggu pertumbuhan paru pada janin sehingga anak kelak akan beresiko asma. Zat-zat dalam rokok juga merangsang sitokin-sitokin dalam tubuh sehingga memicu alergi," kata Zakiudin.
Calon ibu yang memiliki alergi tidak disarankan melakukan pantang makanan demi mencegah alergi pada bayinya. "Tidak direkomendasikan untuk berpantang makanan saat hamil karena bisa mengganggu pertumbuhan janin," kata Ulrich.
Setelah melahirkan, bayi sebaiknya diberikan ASI eksklusif. "ASI mengandung protein dari ibu sendiri sehingga tak akan ditolak tubuh. Selain itu ada zat-zat dalam ASI yang meningkatkan imunitas bayi," imbuh Zakiudin.
Ia menambahkan, berpantang makanan pencetus alergi pada ibu menyusui baru dilakukan jika bayi sudah menderita alergi. "Kalau bayi belum ada gejala alergi sebaiknya tak perlu pantang supaya mutu ASI bagus," katanya.
Pada bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI, pemberian susu terhidrolisis parsial atau susu dengan protein yang sudah dihidrolisis, bisa mencegah risiko alergi.
"Susu yang terhidrolisis parsial akan membantu tubuh mengenali protein dalam susu tetapi tidak mencetuskan alergi," kata Ulrich.