KOMPAS.com - Penyandang epilepsi rentan terkena depresi. Kasus depresi pada penderita epilepsi tercatat cukup tinggi yaitu 30-50 persen. Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa dari Bagian Psikiatri FKUI-RSCM Suryo Dharmono, ada dua faktor yang menyebabkan demikian, yaitu faktor alamiah otak dan faktor stigma.
Epilepsi menurut definisi Badan Kesehatan Dunia (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang yang terjadi akibat ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada sel saraf. Hal tersebut menyebabkan kelainan motorik, sensorik, otonom, atau psikis.
Faktor alamiah otak, jelas Suryo, berhubungan dengan kadar kimia otak yang tidak seimbang pada penyandang epilepsi yang mempengaruhi keadaan depresi. "Seperti kadar serotonin yang rendah di otak akan menyebabkan depresi," ungkapnya dalam acara World Purple Day 2013 yang bertajuk "Ayo Peduli Epilepsi!" Rabu (20/3/2013) di Jakarta.
Suryo menjelaskan, faktor ini tidak dapat dihindari, melainkan dengan menghindari hal-hal yang memicu epilepsi, seperti lelah dan mengantuk. "Tidur teratur dan cukup perlu dilakukan oleh penyandang epilepsi," tuturnya.
Faktor lainnya adalah self stigma dan stigma sosial. Faktor ini, menurut Suryo, sering dialami penyandang epilepsi dalam aktivitas mereka dalam masyarakat.
Suryo memaparkan, self stigma timbul dari rasa tidak percaya harus menyandang epilepsi dari diri penyandang sendiri. Sehingga timbul rasa tidak percaya diri yang mengakibatkan depresi. Keluarga yang melakukan proteksi berlebihan yang membatasi kegiatan penyandang epilepsi juga merupakan penyebab depresi.
Stigma sosial dilakukan oleh masyarakat, terutama setelah ada kejadian penyandang epilepsi yang mengalami kejang di tempat-tempat umum.
"Maka penting dilakukan destigmatisasi dan membangun persepsi positif terhadap penyandang epilepsi melalui edukasi yang dilakukan secara berkesinambungan," cetus Suryo.
Dokter spesialis saraf dari Departemen Neurologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Suryani Gunadharma dalam kesempatan yang sama menambahkan, epilepsi juga dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma. "Mungkin hal ini juga menambah risiko depresi pada penyandang epilepsi," ujarnya.