JAKARTA, KOMPAS - Pemasungan penyandang gangguan jiwa tidak manusiawi dan justru dapat memperburuk keadaan. Pasungan perlu dilepas, tetapi disertai perawatan dan pengobatan serta melatih kemandirian penyandang gangguan jiwa.
"Peran serta keluarga dalam merawat dan mengobati penting. Untuk itu, perlu dibentuk kelompok pendukung agar keluarga mampu merawat penyandang di rumah. Di Aceh, program bebas pasung dimulai 2005," kata Budi Anna Keliat dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar di bidang Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Rabu (27/3), di Depok.
Anna mengatakan, ada 772.800 penyandang gangguan jiwa berat di Indonesia dan gangguan mental emosional 19,5 juta orang. Jumlah ini belum diimbangi fasilitas pelayanan kesehatan jiwa memadai. Indonesia baru memiliki 33 rumah sakit jiwa dengan tempat tidur kurang dari 9.000 buah. Artinya, ada 763.000 penyandang gangguan jiwa berat tidak tertangani. Keadaan ini diperburuk keterbatasan kemampuan perawat menangani penyandang gangguan jiwa.
"Perawat sangat berperan dalam rehabilitasi. Hal itu dapat dilakukan dengan menciptakan ruang rawat menyerupai rumah, mengeluarkan pasien dari ruangan secara bertahap, membawa pasien berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, dan makan bersama di bawah pohon rindang. Pasien juga perlu disiapkan untuk hidup produktif saat kembali ke masyarakat," katanya.
Jaminan sosial
Selain itu, juga dikukuhkan Budi Hidayat sebagai Guru Besar di bidang Ekonomi dan Asuransi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. menurut Hidayat, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) 2004 merupakan kado bagi rakyat. Sayang, kado itu belum dapat dinikmati karena belum ada aturan teknis. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012 menunjukkan, tujuh dari 1.000 penduduk menderita sakit serius namun tidak mampu berobat.
UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan titik terang perwujudan SJSN. UU ini mensyaratkan realisasi bertahap mulai Januari 2014 lewat Jaminan Kesehatan dan Jaminan Ketenagakerjaan. Jaminan tersebut berlaku bagi semua penduduk. Bagi penduduk miskin, iuran dibayar oleh pemerintah.
"Jaminan Kesehatan wajib bagi seluruh penduduk untuk memastikan jumlah kepesertaan agar prediksi risiko akurat dan subsidi silang luas. Ini upaya menghindari dikotomi asuransi bagi penduduk miskin dan penduduk kaya. Juga menghindari persepsi, Jaminan Kesehatan sebagai produk inferior," katanya. (K03)