JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti menyatakan, kasadaran masyarakat akan pentingnya masalah kesehatan telinga masih perlu ditingatkan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait gangguan pendengaran adalah ancaman akibat paparan bising, infeksi serta sumbatan kotoran telinga yang banyak ditemukan pada anak usia sekolah.
Ghufron menyatakan hal tersebut dalam seminar "Pendengaran Sehat untuk Hidup Bahagia" di Jakarta, Rabu (6/3/2013), dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran (HKTP) Sedunia yang jatuh pada 3 Maret lalu.
Ghufron mengakui, sosialisasi mengenai kesehatan pendengaran perlu ditingkatkan, misalnya informasi tentang batasan kebisingan yang masih dapat ditoleransi indera pendengaran. "Misalnya kalau kita mendengarkan musik dengan kekuatan kurang dari 90 desibel, itu amannya maksimum dua jam. Kalau keras hingga 120 desibel, itu enggak boleh lebih dari 10 detik. Yang aman itu adalah kurang dari 80 desibel," paparnya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 5,3 persen populasi dunia mengalami gangguan cacat pendengaran atau sekitar 360 juta orang, dengan 328 juta (91 persen) di antaranya orang dewasa dan 32 juta (9 persen) adalah anak-anak. Di Indonesia, jumlah penderita gangguan pendengaran diperkirakan mencapai sekitar 9,6 juta orang.
Wamenkes juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah sumbatan kotoran telinga pada sebagian besar anak sekolah, karena dapat mengganggu proses belajar. "Gangguan sumbatan kotoran telinga atau serumen prop banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Sumbatan serumen dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sehingga akan mengganggu proses penyerapan pelajaran bagi anak sekolah," kata Ghufron.
Berdasarkan survei cepat yang dilakukan oleh Profesi Perhati dan Departemen Mata FKUI di beberapa sekolah di enam kota di Indonesia, prevalensi serumen prop pada anak sekolah cukup tinggi yaitu antara 30-50 persen.
Wamenkes menekankan, hal tersebut akan sangat mengganggu proses belajar sehingga perlu dilakukan penanggulangan bersama.
"Mari kita jaga kesehatan pendengaran dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta menghindari gangguan pendengaran dari kebisingan serta melakukan pemeriksaan atau deteksi dini adanya gangguan pendengaran," kata Ghufron.
Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Sedunia diperingati tiap tanggal 3 Maret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendengaran. Penetapan tanggal 3 Maret itu dilakukan pada tahun 2007 pada konferensi internasional pertama tentang pencegahan dan rehabilitasi gangguan pendengaran yang diselenggarakan di Beijing, China oleh Pusat Penelitian Rehabilitasi Anak Tuna Rungu Cina, Federasi Orang Cacat Beijing dan WHO. Selain itu, tanggal 3 Maret dipilih karena bentuk angka 3 yang menggambarkan atau mirip dengan bentuk telinga.