KOMPAS.com — Akupunktur telah digunakan dalam pengobatan Timur selama ribuan tahun untuk membuat rileks dan menyembuhkan penyakit. Para ahli mengatakan, kini secara ilmiah telah terungkap bagaimana akupunktur bekerja.
Para peneliti dari Georgetown University Medical Center menemukan bahwa tikus-tikus di laboratorium yang mendapatkan stimulasi akupunktur elektronik mengalami penurunan hormon stres.
"Banyak praktisi akupunktur yang mendapatkan pasiennya mengalami penurunan kadar stres, tetapi secara biologi belum dibuktikan mengapa hal itu terjadi," kata Ladan Eshkevari, ketua peneliti.
Tikus dipilih karena hewan ini sudah dipakai secara luas dalam penelitian mengenai respons stres. Mereka menunjukkan respons stres ketika terpapar suhu udara dingin selama satu jam setiap hari dalam periode penelitian 10 hari.
Kemudian tikus itu dibagi ke dalam beberapa kelompok, yakni kelompok tikus yang stres, kelompok yang stres dan mendapat terapi akupunktur, kelompok yang stres dan mendapat terapi yang menyerupai akupunktur, serta kelompok yang mendapat terapi akupunktur meski tidak stres.
Titik yang ditusuk jarum adalah titik Zusanli di bagian kaki yang sudah dilaporkan memang mengobati stres dan gejala-gejala terkait stres. Pada manusia, titik tersebut terletak di bawah kaki dan titik tersebut juga ada pada tikus.
Hormon stres yang diteliti lebih fokus pada hipotalamus pituitari adrenal (HPA) yang meliputi hormon yang dihasilkan oleh tiga kelenjar penting. Hormon dari kelenjar ini memengaruhi stres, sistem imun, pencernaan, mood, emosi, seksualitas, dan pengeluaran energi.
Para peneliti juga melihat adanya peptide yang disebut NPY yang dilepaskan oleh sistem saraf pada manusia dan tikus. NPY juga terlibat dalam respons bertarung atau melarikan diri (flight or fight).
"Kami menemukan bahwa akupunktur elektronik menghambat stres yang dipicu oleh peningkatan hormon HPA axis dan jalur NPY," kata Eshkevari.