KOMPAS.com - Rumah itu seharusnya tak cocok disebut rumah karena hanya memiliki satu ruang sebesar 2x2 meter. Diisi oleh satu kasur dan lipatan pakaian seadanya. Tak ada dapur, ruang makan, dan kamar kecil. Inilah yang menjadi satu di antara faktor penyebab gizi buruk di Nias.
Jauh dari ingar-bingar suasana perkotaan, rumah yang dihuni keluarga Fotani Gea (32 tahun) itu sangat memprihatinkan. Rumah yang ukurannya mungkin lebih kecil daripada sebuah kamar kos di Jakarta itu, ia tinggali dengan istri dan lima orang anak.
Untuk memasak, istri Fotani, Marinawa, menggunakan api tungku berbahan kayu tak jauh dari kamar tadi. Di sudut lain, ada piaraan ternak tiga ekor babi. Jika ingin buang air, keluarga ini pergi ke sungai yang ada di sekitar rumah.
Penghasilan yang kurang, gizi tak seimbang, sanitasi yang tak mendukung, membuat dua anaknya kemudian diketahui menderita gizi buruk dan gizi kurang.
"Masalah sanitasi dan adanya anak gizi buruk menjadi alasan utama mengapa kami sarankan rumah ini untuk direnovasi," ujar Widayanto, Manager Kemitraan Yayasan Obor Berkat Indonesia (OBI), di Desa Banua Gea, Nias, Sumatera Utara, Senin (13/5/2013) lalu.
Rumah yang dihuni keluarga Fotani tersebut menjadi satu dari lima rumah di Desa Banua Gea yang masuk dalam program renovasi rumah sehat Tango Peduli Gizi Anak Indonesia 2013. Program yang diusung Wafer Tango bekerjasama dengan Yayasan OBI ini direncanakan selesai sebelum Agustus 2013.
"Saya sudah setahun menempati rumah ini," ujar Fotani.
Anaknya, Oprianus, mengidap gizi buruk, sementara Putra Damai yang paling kecil mengidap gizi kurang. Dr Eka Arya dari OBI menuturkan kedua anak tersebut tidak tumbuh normal seperti anak seusianya, baik dari berat badan, tinggi, dan lingkar lengan.
Oprianus di usia 4,5 tahun beratnya masih 13 kg, padahal anak seusianya seharusnya sudah 18 kg. Tinggi badannya 93 cm, dengan lingkar lengan 13,5 cm. Selain kondisinya yang menderita gizi buruk, ada penyakit penyerta lain yang ia bawa seperti anemia dan cacingan. Sementara Putra di usia 1,5 tahun beratnya hanya 7,5 kg dengan lingkar lengan yang kecil.
Oprianus, yang lahir 25 Agustus 2008, lalu menjalani pengobatan dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang dijadwalkan selama periode 7 Mei sampai 7 Juli mendatang. Selama periode itu, ia mendapat kunjungan (home visit) dan dipantau setiap hari, serta diberi makanan tiga kali sehari dan multivitamin.
"Sejauh ini menunjukkan perkembangan yang baik, kita terus pantau kondisinya," ujar dr Eka, saat ditemui bersama Oprianus Senin (13/5/2013) lalu.
Adik Oprianus, Putra, sudah menjalani program Pemberian Makanan Tambahan sejak akhir Maret lalu. Sebulan sebelumnya berat Putra 7,5 kilogram, dan ketika ditimbang lagi bulan Mei, ada peningkatan menjadi 8,8 kilogram.
Dalam program PMT yang sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir, Tango memberikan makanan serta obat-obatan seperti multivitamin. Kurangnya asupan pangan dan ditambah lagi dengan kondisi rumah yang tidak bersih membuat anak-anak Nias rentan menderita gizi buruk.
"Kami tidak mau nanti ketika program ini usai, si anak kembali kena masalah gizi. Oleh karena itu kami turut bantu keluarganya, seperti renovasi rumah untuk menjaga kebersihan, serta penyuluhan ternak supaya mereka punya penghasilan tambahan," papar Widayanto.
Fotani, yang seorang petani, mendapat bantuan program renovasi rumah sehat bersama empat rumah lainnya di Desa Banua Gea. Saat ini, ruangan di rumahnya masih kecil, atapnya lapuk, serta lantai semennya pecah. Rencana renovasi yang akan dilakukan yakni pada atap dan penggantian lantai.
"Prosesnya bertahap sampai Agustus mendatang. Dari beberapa rumah yang kami rencanakan untuk direnovasi baru satu yang selesai, milik keluarga Yasozisokhi Gea, sementara rumah Fotani ini belum," ujar Widayanto beralasan.
Selain fokus pada si anak, lalu renovasi rumah, para orangtua yang anaknya mengidap gizi buruk juga diikutsertakan dalam program pemberdayaan dan pendampingan akan beternak dan bercocok tanam. Seperti ternak lele dan menanam sayur-sayuran sawi, kangkung, dan kacang panjang. Hasilnya selain menjadi asupan gizi keluarga juga memberikan penghasilan tambahan.
Mulai meluasnya bantuan untuk mengatasi gizi buruk ini beranjak dari Program Tango Peduli Gizi Anak Indonesia yang sudah berlangsung sejak tahun 2010. Pada anak yang mengalami malnutrisi, diketahui kemudian bahwa pemberian makanan tambahan saja tidak cukup. Persoalan dasarnya justru terletak pada keluarga, kondisi rumah, dan akses asupan pangan yang terbatas karena faktor ekonomi.
Editor :
Dini