KOMPAS.com - "Saya menemukan dunia baru. Di bawah laut, saya bisa bergerak tiga dimensi. Sangat menenangkan mendengar gelembung yang saya hasilkan sendiri. Dan ternyata surga itu ada di negara kita," kata Dayu Prastini Hatmanti.
Dayu (25) memang bergelar Miss Scuba International. Semula pemenang kontes Mojang Bandung, lalu meraih gelar Puteri Pariwisata, Dayu kemudian menjadi Miss Scuba International. Tapak demi tapak hidup itu menuntunnya ke satu muara, yaitu laut.
Bertemu dengan Dayu ibarat berjumpa kawan lama. Ia murah senyum dan tawa. Tatapan matanya tak pernah lepas dari kawan bicara.
Ditemui di Stadion Renang Senayan, Dayu sedang bersiap akan mengambil kursus selam untuk penyelamatan di laut. Tubuhnya dibalut pakaian selam tersiram hujan gerimis di pelataran stadion. Sesekali, Dayu mengacak-acak rambut pendeknya yang basah oleh hujan. "Sudah biasa kehujanan dan kepanasan di pantai," kata Dayu sambil tertawa lepas.
Ia menemukan dunia barunya di laut. Seolah memanggil kembali pengalaman ketika menyelam, Dayu selalu merinding jika menyaksikan binatang-binatang berkeriapan di dalam lautan. "Saya bisa berelaksasi, bermeditasi, dan bertemu dengan diri saya sendiri," katanya.
Konservasi hiu
Jatuh cinta dengan laut, Dayu kini aktif bergerak untuk konservasi laut. Meskipun menanggalkan tiara sebagai Miss Scuba International 2011, Dayu tetap lantang menyuarakan tentang perlindungan hiu.
Ketika berkunjung ke Pasar Ikan Tanjung Luar, Lombok Timur, misalnya, Dayu prihatin menyaksikan maraknya penjualan sirip hiu. Padahal, hiu merupakan predator puncak yang berfungsi menyeimbangkan rantai makanan di laut.
Dayu pun lantas bergerilya menularkan kebiasaan baik dengan tidak mengonsumsi sirip hiu ke beberapa komunitas. Sebagai predator puncak, daging hiu berbahaya bagi kesehatan karena merupakan akumulator timbal berat.
Kampanye hiu itu menjadi bagian dari materi yang dibawakan Dayu ketika mengajar anak-anak usia sekolah dasar di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat. Selama sebulan terakhir, Dayu sibuk bersampan dari satu pulau ke pulau lain demi menularkan ilmu tentang konservasi laut bersama Yayasan Kalabia.
Saking sibuknya mengajari anak-anak kecil, Dayu bahkan tidak punya waktu luang untuk menyelam di Raja Ampat. Ia cukup puas hanya memandangi keindahan laut dari pantai. Apalagi, pada malam harinya, ia masih harus mengajar bahasa Inggris bagi awak-awak kapal.
Hanya beberapa hari tinggal di rumahnya di Bogor, sepulang dari Raja Ampat, Dayu kembali bersiap menjelajah Maluku dalam program Baronda Maluku pada akhir bulan Mei ini. Bersama tim dari Kementerian Pariwisata, ia antara lain akan mempromosikan keindahan bawah laut Maluku.
"Saya jatuh cinta..."
Pertalian Dayu dengan dunia bawah laut berawal ketika ia mempromosikan wisata Indonesia ke Moskwa, Rusia. Kala itu, Dayu sebagai pemenang III Puteri Pariwisata 2010 malu karena hanya tahu tentang kekayaan laut Indonesia dari buklet Kementerian Pariwisata.
Ia terkaget-kaget menyaksikan antusiasme masyarakat dunia untuk menyelam di perairan Indonesia. Sepulang dari Moskwa, Dayu bertekad belajar menyelam. Dari ajakan instruktur selamnya, Dayu lalu menjajal ajang pemilihan Miss Scuba.
Dayu masih terkenang pengalaman pertamanya menyelam di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Dimanjakan oleh keindahan surga bawah laut Selayar, Dayu benar-benar jadi ketagihan menyelam. "Tempat yang indah banget. Saya jatuh cinta…," kata Dayu.
Dari sekadar bersenang-senang di laut, Dayu lantas terlibat pada upaya konservasi. Semangat konservasi lingkungan, menurut Dayu, diwarisinya dari sang ayah yang bekerja di Kementerian Kehutanan dan aktif dalam kegiatan konservasi. Sejak kecil, Dayu selalu tinggal di wilayah konservasi mengikuti ayahnya yang pindah tugas setiap lima tahun sekali. Ia antara lain pernah tinggal di pusat konservasi orang utan di Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
Karena terbiasa pindah-pindah tempat tinggal, Dayu lantas ketularan hobi traveling. Persentuhannya dengan perjalanan ke negara lain dimulai ketika mengikuti program pertukaran pelajar di kampus dan sempat satu tahun kuliah di Korea Selatan pada 2009.
Di Seoul, Dayu turut melatih musik angklung di MIZY Unicef dan Kedutaan Besar RI. Dayu mengajari orang-orang asing di Korsel dengan metode hand sign. Ia memandu nada-nada yang harus dimainkan dengan angklung menggunakan jari tangan. Dayu kemudian menjadi delegasi Greifswald International Students Festival di Jerman pada 2010. Ia memanfaatkan kesempatan itu untuk menjelajah Eropa.
Mewarisi darah seni dari ibu, Dayu mulai ikut ajang kontes kecantikan dari usia 18 tahun. Ia mengawalinya dengan memenangi Mojang Bogor. "Modal saya punya pergaulan yang luas adalah diri saya sendiri. Cantik harus dari dalam, dan yang pasti punya isi," kata Dayu.
"Teman baru waktu traveling akan menjadi rumah baru saya selanjutnya. Hidup saya seperti jaring laba-laba. Network itu dijalin dan dibentuk. Enggak akan rugi punya banyak teman," kata Dayu.
Tidak romantis
Meski mudah bergaul, Dayu mengaku kesulitan mencari pasangan hidup. Ia mengaku dirinya termasuk orang yang tidak romantis, dan jarang ada pria yang bisa memahami kegemarannya untuk "jalan-jalan".
"Jarang banget orang yang mengerti saya. Saya berencana traveling sampai nikah. Lagi cari suami yang bisa diajak traveling," kata Dayu.
Bersama 14 sahabatnya yang tergabung dalam Komunitas Indiscoveria, Dayu juga sedang merancang petualangan baru dalam ekspedisi rupiah. Mereka akan mengunjungi tujuh lokasi yang tergambar di mata uang rupiah yang ternyata tersebar di tujuh provinsi.
"Hal sederhana yang sering terlupakan. Padahal, tiap hari, duit itu ada di pantat (dompet) kita," kata Dayu.
Tempat pertama yang didatangi Dayu setiap kali mengunjungi lokasi baru adalah pasar tradisional. "Pasar tradisional merupakan gambaran sebuah budaya," ujar Dayu.
Dua tahun terakhir menjalani traveling sebagai duta pariwisata, duta selam, dan presenter lepas, Dayu rindu justru jalan-jalan sendiri. Bepergian bersama keluarga biasanya hanya dijalani Dayu ketika mudik Lebaran ke rumah neneknya di dekat Waduk Cengklik Solo.
"Traveling bisa membuat bijaksana. Supaya kita tahu makna pulang. Saya bisa kenal diri sendiri. Yang bisa diandalkan dalam perjalanan adalah diri sendiri," kata Dayu.
(Mawar Kusuma)
Sumber: Kompas Cetak
Editor :
Dini