KOMPAS.com - Memandang dunia dari sisi keindahan budaya masyarakat lokalnya ternyata mampu menimbulkan kesan tersendiri bagi setiap orang, termasuk para desainer Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Kesan inilah yang mendorong para desainer IPMi mengeluarkan koleksi terbarunya yang bertema "GlobaliNation" di ajang Jakarta Fashion Week 2013 lalu.
"Tema ini merupakan perwujudan perayaan para anggotanya yang sudah banyak melanglang buana, sekaligus menggali potensi kain nusantara. Sehingga konsep ini terwujud dengan menggabungkan citarasa lokal dan dunia," ungkap desainer IPMI, Era Soekamto, saat konferensi pers Jakarta Fashion Week 2013 lalu.
Dalam pagelaran ini, ada 12 desainer yang ikut berpartisipasi. Masing-masing desainer menampilkan inovasi busana yang terinspirasi dari negara-negara favoritnya. Sekalipun terinspirasi dari keindahan berbagai negeri, namun dalam pengerjaannya para desainer tak meninggalkan ciri khas Indonesia. Era mengungkapkan, sekitar 30 persen bahan pembuat busana adalah bahan lokal dan tradisional seperti batik, tenun ATBM, songket, dan kain sasirangan.
Korea tampaknya memikat Liliana Liem untuk menciptakan koleksinya. "Busana ini garis besarnya dari konsep hanbok (baju tradisional Korea) yang dikreasikan lebih modern," ungkap Liliana, yang bersuamikan pria Korea. Beberapa busananya menampilkan siluet hanbok yang loose dengan tambahan detail pita besar di depannya. Jika hanbok cenderung berwarna cerah, maka Liliana membuatnya dengan warna yang lebih gelap.
Yongki Budisutisna kali ini berkreasi dengan busana yang terinspirasi dari Jepang. Yongki terinspirasi dari gaya busana para putri Yakuza (mafia Jepang) yang harus terlihat anggun, feminin, namun tetap kuat. Ia banyak menghadirkan cutting dengan siluet besar, obi, girly, dan lebih fun. "Untuk menghadirkan sisi Yakuza, saya menggunakan banyak warna gelap," jelas Yongki.
Masih di benua Asia, Syahreza Muslim menghadirkan busana yang mengadaptasi negara China. Busananya dibuat layaknya jaman kekaisaran China dengan cutting busana jubah panjang, coat, kaftan tipis, dan kerah cheongsam. Uniknya ia menggunakan campuran bahan songket di dalam pengerjaan busananya.
Ari Seputra menghadirkan busana ala India dengan menggunakan teknik tie dye dengan digital printing. Untuk menonjolkan sisi sari India yang cantik ia menggunakan teknik draperi yang diterjemahkan dalam jaket, pants, dan gaun panjang.
Sedangkan Era Soekamto yang memilih Mesir, memilih sosok ratu Hatshepsut yang terkenal sebagai inspirasinya. "Ratu ini merupakan penguasa perempuan terlama, dan ia merupakan sosok yang memperkenalkan sejarah ketuhanan di Mesir," ujarnya. Melalui busananya Era menggambarkan sosok perempuan anggun namun memiliki karakter yang kuat. Ia banyak menggunakan warna emas untuk menggambarkan keagungan dengan cutting loose dress panjang. Era juga memadukan warna emas dengan kain tenun ATBM dan tenun Makassar.
(ki-ka) Busana rancangan Era Soekamto (Mesir), Adrianto Halim (Scotland), dan Liliana Liem (Korea)
Negara Tibet yang dikenal dengan corak warnanya yang cerah ternyata sesuai dengan jiwa Valentino Napitupulu. Seperti ciri khasnya selama ini, ia gemar mengombinasikan aneka warna cerah dalam busananya. Cutting yang dihadirkannya berupa gaun A-line berlipit, dan penambahan draperi di beberapa busananya.
Tuty Cholid yang memilih Timur Tengah mengusung tema "The Hidden Beauty". Ia menampilkan paduan warna-warna tua seperti merah dan coklat dalam aneka busana seperti coat dan dress. Ia juga menambahkan potongan seperti bustier dan aksen renda tumpuk.
Gaya Maroko menjadi pilihan Carmanita, yang dipadukan dengan ciri khas desainnya, yaitu tabrak warna dan lipatan kain yang asimetris. Ia banyak menggunakan warna terang seperti kuning, biru, merah, dan ungu.
(ki-ka) Busana rancangan Carmanita (Maroko), Chossy Latu (Las Vegas), dan Valentino Napitupulu (Tibet)
Beralih ke benua Eropa, Adrianto Halim menghadirkan koleksi bertema Scotland. Adrianto mengaku sangat menyukai keunikan kain tartan (kain motif kotak-kotak khas Skotlandia). Untuk menghadirkan kesan modern, ia menggunakan kain tartan tersebut dengan bahan wol dan smooch yang lembut.
Kanaya Tabitha memilih Kanada sebagai negara favoritnya. Ia menerjemahkan keindahan Kanada dengan kreasi mini dress beludru yang dilengkapi dengan detail handcraft. Busananya dibuat dengan menonjolkan lekuk tubuh perempuan. Ia juga menggunakan tambahan detail kristal-kristal kecil di busananya.
Gemerlapnya Las Vegas menginspirasi Chossy Latu untuk merancang busana yang bling-bling. Cutting yang dihadirkannya cenderung seksi dalam wujud mini dress, gaun strapless, dan one shoulder yang dilengkapi dengan detail bulu-bulu lembut.
Eksotisme ala Mexico tampaknya memikat Denny Wirawan. Ia banyak menggunakan paduan warna hitam dengan merah dan beberapa busana yang menggunakan kain songket. Cutting-nya menampilkan gaya maskulin dan feminin yang kental, yang terwujud dalam potongan dress panjang lebar, peplum, dan mermaid dress.
(ki-ka) Busana rancangan Kanaya Tabitha (Kanada), Syahreza Muslim (Cina), Denny Wirawan (Mexico), dan Tuty Cholid (Middle East)
FOTO-FOTO: KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Editor :
Dini