KOMPAS.com - Sebagai salah satu model yang dikontrak eksklusif oleh merek lingerie Victoria's Secret, Cameron Russell pastilah memiliki wajah dan tubuh yang memesona. Meski begitu, jangan mengira perempuan berusia 25 tahun ini puas dengan kondisi fisik dan kehidupannya.
Memang, model menjadi profesi yang memberikan kesan gaya hidup yang glamor. Mereka biasa melakukan perjalanan ke banyak tempat untuk melakukan pemotretan atau peragaan busana, dan bertemu orang-orang penting. Namun semua itu hanya semacam kesan dari luar. Industri modeling sesungguhnya sangat manipulatif. Penampilan yang didapatkan para model adalah hasil polesan para pekerja kreatif di belakang layar.
Cameron menyampaikan hal ini saat diminta mempresentasikan kehidupan seorang model dalam TEDxMidAtlantic, konferensi tahunan yang digelar oleh lembaga swadaya masyarakat bernama TED. Ia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kerap dilontarkan padanya dengan cara yang unik. Ia menampilkan foto-fotonya sebagai model, berdampingan dengan fotonya sehari-hari.
"Foto-foto ini bukanlah foto-foto diriku, melainkan hasil konstruksi para profesional -penata rambut, make-up artist, fotografer, penata gaya, dan semua asisten mereka, juga pra produksi dan pasca produksi. Dan inilah hasilnya. Itu bukan aku," kata Cameron, yang tampil sederhana tanpa pulasan make-up.
Ia mengaku beruntung karena "memenangkan lotre genetik" dan "menjadi penerima warisan" wajah yang rupawan dari orangtuanya. Jadi, mengatakan ingin menjadi model ketika dewasa menurutnya sama dengan mengatakan bahwa Anda ingin memenangkan lotre Powerball. "Itu menyenangkan, namun di luar kontrol Anda, dan bukan merupakan langkah karier," ujarnya, mengenai awal menjadi model.
Yang sulit dipercaya oleh peserta konferensi saat itu adalah ketika mendengar pengakuan Cameron berikutnya.
"Aku ini selalu merasa tidak aman dengan diriku. Karena aku harus berpikir bagaimana rupaku setiap hari. Kalau Anda pernah berpikir, 'Jika aku punya paha yang lebih langsing dan rambut yang lebih berkilau aku pasti akan bahagia', maka Anda harus bertemu dengan para model. Mereka punya paha paling langsing dan rambut paling berkilau, juga pakaian paling indah, tapi mereka lah perempuan yang merasa paling tidak aman dengan fisiknya di dunia ini," ujar lulusan jurusan ekonomi dan ilmu politik dari Columbia University ini.
Ketika penampilan menjadi fokus perhatian seorang perempuan, dan setiap kali dinilai hanya dari penampilan fisiknya, hal itu akan memenuhi pikiran dan memicu rasa takutnya untuk tidak tampil cantik. Tidak tampil cantik, artinya tidak ada uang. Tidak mengherankan jika para model merasa sangat insecure.
Menurut Bethany Marshall, PhD, seorang psychoanalyst di Beverly Hills, California, pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Cameron orang yang sangat membumi. Ia memaparkan kenyataan, dan mengakui kelemahannya.
"Bukankah kita semua menggunakan aset dan talenta kita untuk meningkatkan kehidupan kita? Kalau ia seorang jenius di bidang matematika dan menolak melanjutkan studi di universitas, kita boleh mengkritiknya. Kenyataannya, ia perempuan yang cantik. Boleh dong, ia memakainya untuk meningkatkan kehidupannya? Kecantikannya menjadi sumber daya dan instrumennya. Bedanya, kita tidak iri pada seorang jenius matematika. Kita iri pada model," paparnya.
Sumber: NYMag
Editor :
Dini