Kompas.com - Untuk mengendalikan dampak iklan rokok terhadap generasi muda, pemerintah melalui Permenkes No 28 Tahun 2013 akan membatasi iklan, promosi, dan sponsorsip rokok. Pembatasan iklan akan dilakukan di seluruh media cetak maupun elektronik.
"Untuk televisi penayangan iklannya dibatasi hanya pukul 21.30 sampai lima pagi. Sedangkan untuk media teknologi informasi, aksesnya hanya untuk usia di atas 18 tahun," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Tjandra Yoga Aditama pada Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta (31/5).
Pembatasan untuk sponsorship dari perusahaan rokok juga berlaku untuk semua kegiatan, baik yang bersifat pendidikan, kesenian, olahraga, maupun kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pembatasan iklan rokok secara umum sebenarnya sudah diatur dalam PP 109/2012. Pada peraturan ini dalam bungkus rokok harus mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan, minimal 10% dari total durasi iklan atau 15% dari total luas iklan.
Iklan juga tidak boleh menampilkan wujud rokok, mencantumkan nama produk sebagai rokok, menyarankan rokok, menggunakan kalimat menyesatkan, menampilkan anak, remaja, wanita hamil, atau tokoh kartun. Iklan rokok juga harus mencantumkan 18+ sebagai usia yang pantas untuk merokok.
Sementara itu untuk iklan luar ruang (billboard) luasnya tidak boleh melebihi 72 meter persegei. iklan juga tidak boleh ditempatkan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) atau jalan protokol. Papan iklan harus diletakkan sejajar bahu jalan dan tidak boleh melintang.
Sedangkan di media cetak, iklan rokok tidak boleh diletakkan di sampul depan atau belakang surat kabar dengan luas kolom yang tidak memenuhi halaman. Iklan juga tidak boleh dekat dengan iklan makanan dan minuman, dan tidak dimuat di media anak, remaja, dan perempuan.
"Untuk kegiatan promosi dilarang membagikan rokok gratis, apalagi untuk remaja. Tidak boleh juga menggunakan simbol produk pada kegiatan perseorangan atau lembaga," kata Tjandra. Hal yang sama juga diterapkan pada kegiatan sponsorship yang dibantu rokok.
Kementrian Kesehatan tak memungkiri ada beberapa kegiatan yang disponsori produk rokok baik pendidikan, kesenian, olahraga, atau CSR. Beberapa produk rokok malah sudah punya sekolah untuk membina bibit terbaik bangsa.
Mengenai hal tersebut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, penerima beasiswa dari perusahaan rokok kemungkinan juga akan merokok. "Kita ada penelitiannya. Kalau sudah begini antara produsen rokok dan penerima beasiswa seperti timbal balik," katanya.
Menkes menambahkan, perusahaan rokok masih bisa mensponsori kegiatan, tetapi tanpa menyertakan logo dan produknya. "Demikian juga dengan sekolah atau beasiswa, perusahaan rokok masih boleh melanjutkan kegiatan tersebut," katanya.